Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2019 mengalami defisit US$63,5 juta.
Defisit ini berasal dari migas yang defisit US$142,4 juta. Secara kumulatif Januari-Juli neraca perdagangan masih mencatatkan defisit US$1,90 miliar. Akan tetapi, dibandingkan dengan defisit Januari-Juni 2019 defisit pada Juli mengecil.
"Ini masih jadi tantangan ke depan tapi sudah menipis. Penyebab utamanya adalah impor harga minyak mentah," kata Kepala BPS Suhariyanto, Kamis (15/8/2019)
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak gampang akibat perlambatan ekonomi global seperti ekonomi AS, China, dan Singapura mengalami perlambatan.
"Masih terjadi perlambatan ekonomi dan perang dagang masih berlanjut. Di sisi lain, harga-harga komoditas masih fluktuatif yang masih akan mempengaruhi neraca perdagangan Juli," katanya dalam jumpa pers.
Mayoritas ekonom sebelumnya memperkirakan neraca perdagangan Juli 2019 akan berbalik defisit setelah mencatatkan surplus pada 2 bulan sebelumnya.
Neraca dagang Indonesia per Juli 2019 diperkirakan kembali defisit sebesar US$1,5 miliar, yang terutama dipicu melemahnya ekspor komoditas andalan.
Adapun, secara akumulatif dari Januari hingga Juli 2019, defisit neraca dagang bakal berada pada angka US$3,4 miliar. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang Indonesia per Juni 2019 sempat surplus.
Sebelumnya, BPS mencatat neraca perdagangan Juni 2019 mengalami surplus US$196 miliar. Namun secara kumulatif atau secara keseluruhan Januari-Juni 2019 Indonesia masih mengalami defisit sebesar US$1,93 miliar.