Bisnis.com, JAKARTA Kementerian ESDM menyatakan kebutuhan investasi untuk menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) jadi 7.200 MW pada 2025 sekitar US$15 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto mengatakan proyek pengembangan PLTP memiliki nilai sebesar US$3 juta untuk menghasilkan 1 MW listrik. Artinya, jika mengikuti target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang sebesar 7.200 MW pada 2025, total investasi yang dibutuhkan sekitar US$15 miliar.
Pasalnya, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia saat ini baru mencapai 1.948,5 MW dengan rencana tambahan 185 MW hingga akhir tahun.
Sutijastoto menuturkan besaran investasi tersebut juga bergantung dengan daerah dibangunnya pembangkit. "Kita ambil rata-rata US$3 juta, tergantung juga daerahnya, kalau daerahnya kaya lumut balai itu ya bisa mahal juga," katanya, Selasa (13/8/2019).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi mengatakan Indonesia membutuhkan investasi sekitar US$36,24 miliar untuk menambah kapasitas terpasang PLTP sebesar 8.000 MW hingga 2030.
Menurutnya, kebutuhan investasi untuk 1 MW mencapai kisaran US$5 juta atau sedikit di bawah angka tersebut.
Baca Juga
Dia menjelaskan investasi proyek PLTP memang besar karena pengembang tidak hanya perlu membangun pembangkit maupun mengebor sumur, tetapi juga membangun infrastruktur setempat.
Setidaknya, biaya yang perlu dikeluarkan pengembang untuk mengebor sumur dapat mencapai US$7 juta. Biaya proyek tersebut belum termasuk infrastruktur yang perlu dibangun.
Menurutnya, dengan biaya pinjaman yang tinggi dan ditambah tingginya investasi, keuntungan investasi yang harus didapat pengembang setidaknya mampu mencapai 13 persen hingga 14 persen.
"Masalah utama adalah harga keekonomian proyek yang tidak match dengan PLN. Pemerintah sudah ada itikad baik untuk menjembatani, saya punya keyakinan pasti ada peningkatan," ujarnya.
Dia mengungkapkan hingga saat ini, bantuan pendanaan dari World Bank baru ditujukan ke badan usaha milik negara (BUMN). "Ke privat belum, ya dari kantong sendiri," katanya.