Bisnis.com, JAKARTA PT PLN (Persero) menunggu keputusan pemerintah apabila ingin meningkatkan backup sistem kelistrikan karena berkaitan dengan biaya investasi.
Direktur Pengadaan Strategis II PT PLN (Persero) Djoko Raharjo Abumanan mengatakan backup sistem kelistrikan tidak hanya menyangkut soal tambahan pasokan listrik dari pembangkitan, tetapi juga menggandakan jumlah trafo hingga kawat transmisi yang digunakan. Dengan segala penambahan tersebut, maka investasi perlu ditambah.
Selama ini, investasi PLN didasarkan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028 yang didalamnya menganut kriteria keandalan N-1, yakni statis maupun dinamis.
Kriteria N-1 statis mensyaratkan apabila suatu sirkuit transmisi padam, baik karena mengalami gangguan maupun dalam pemeliharaan, maka sirkuit-sirkuit transmisi yang tersisa harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban sehingga kontinuitas penyaluran tenaga listrik terjaga.
Menurutnya, rencana penambahan backup sistem kelistrikan bisa saja dilakukan asal skema keandalan meningkat dari N-1 menjadi N-2. Dengan kriteria keandalan N-1, artinya backup yang harus disediakan PLN adalah 30 persen untuk berjaga-jaga apabila terjadi gangguan. Adapun dengan kriteria N-2, backup meningkat menjadi 60 persen.
Perubahan dari N-1 ke N-2 dapat dilakukan apabila ada peraturan menteri yang diturunkan. Peraturan ini nantinya akan mengubah RUPTL PLN yang berkaitan dengan rencana investasi.
Baca Juga
Hingga saat ini, peraturan mengenai kriteria keandalan tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2009 tentang Aturan Distribusi Tenaga Listrik.
"Tergantung permennya. Permennya kan N-1, kalau permen bilang N-2, denda sekian kita kembalikan, tarif akan naik sekian. Pasti ada konsekuensi dong," katanya, Senin (12/8/2019).
Menurutnya, peningkatan backup akan mempengaruhi investasi PLN yang bisa berujung pada naiknya tarif listrik. Namun, soal kenaikan tarif ini, akan menyesuaikan dengan keputusan pemerintah apakah kenaikan akan dibebankan ke masyarakat atau tidak.
"Ya nanti pemerintah yang mengatur apakah ini mereka bicara ke DPR. Itu di DPR semua," katanya.