Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan mengklaim peralatan sistem identifikasi otomatis atau automatic identification system (AIS) akan menyampaikan data lebih real time ketimbang vessel monitoring system (VMS).
Informasi itu disampaikan menyusul keberatan yang dikemukakan pelaku usaha perikanan tangkap terhadap kebijakan Kemenhub yang mewajibkan pemasangan dan pengaktifan AIS bagi kapal penangkap ikan berukuran 60 gross tonnage (GT) ke atas mulai 20 Agustus 2019.
Para pelaku usaha perikanan tangkap beralasan mereka sudah memasang VMS, sebagaimana diwajibkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang fungsinya dipandang hampir sama dengan AIS. Namun, Kemenhub menyatakan ada beberapa perbedaan antara AIS dan VMS.
Pertama, pengoperasian AIS menggunakan frekuensi sangat tinggi (VHF) antara 156 MHz hingga 162 MHz sesuai dengan standard IMO, sedangkan pengoperasian VMS menggunakan satelit untuk mendeteksi kapal.
Kedua, AIS dapat menyampaikan data secara real time, sedangkan penyampaian data oleh VMS kerap delay sekitar dua jam.
Ketiga, pengoperasian AIS tidak dikenakan biaya pembayaran bulanan karena menggunakan gelombang VHF, sedangkan pengoperasian VMS dikenakan biaya bulanan dan sangat mahal karena menggunakan satelit untuk mendeteksi kapal. Menurut Kemenhub, biaya pengoperasian VMS sekitar Rp5 juta per bulan.
Keempat, pengoperasian AIS langsung terdeteksi oleh stasiun vessel traffic service (VTS) terdekat, sedangkan pengoperasian VMS tidak terdeteksi oleh stasiun VTS terdekat karena tidak menggunakan gelombang radio VHF.
VMS dalam pengoperasiannya memancarkan ke satelit, kemudian data posisi kapal diolah di processing center, kemudian diteruskan ke Pusat Pemantauan Kapal Perikanan (FMC).
Kelima, AIS yang terpasang di kapal dapat termonitor maupun memonitor kapal-kapal yang ada di sekitarnya yang juga memasang AIS. VMS yang terpasang pada kapal tidak dapat memonitor dan/atau termonitor oleh kapal-kapal yang berada di sekitarnya.