Bisnis.com, JAKARTA – Industri makanan serta industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menjadi sektor manufaktur yang menjadi penyumbang terbesar investasi sepanjang semester I/2019.
Penanaman modal industri manufaktur pada Januari-Juni 2019 mencapai Rp104,6 triliun. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), industri makanan menjadi kontributor besar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai Rp21,26 triliun. Pada kelompok penanaman modal asing (PMA), industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menyetor US$1,46 miliar.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pengembangan industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan signfikan karena didukung sumber daya alam melimpah dan permintaan domestik yang besar.
“Indonesia masih menjadi negara tujuan utama bagi para investor untuk mengembangkan usahanya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2019).
Airlangga optimistis kinerja industri manufaktur masih positif pada semester II/2019 seiring dengan peningkatan investasi belakangan ini. Apalagi, pemerintah baru saja menerbitkan kebijakan yang dapat memacu daya saing industri nasional.
Regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang mengatur pemberian insentif super tax deduction sebesar 200% bagi perusahaan yang melakukan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dan 300% bagi perusahaan yang melakukan penelitian di Indonesia.
Kemenperin juga fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri, salah satunya di sektor logam. Implementasinya berupa pembangunan pabrik smelter di dalam negeri yang berjalan cukup baik, terutama yang berbasis logam.
Pengembangan industri berbasis mineral logam khususnya pengolahan bahan baku bijih nikel difokuskan di kawasan timur Indonesia antara lain, di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara.