Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan bahwa pembahasan revisi UU PPh menjadi prioritas pemerintah saat ini.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjawab perntanyaan Bisnis.com di Ditjen Pajak pekan lalu. Dia mengatakan, saat ini pemerintah sedang membuat rancangan undang-undang PPh dan nanti akan dikonsultasikan dengan masyarakat termasuk dunia usaha.
"Kita harapkan akan bisa disampaikan presiden pada bulan mendatang. Tentu kita akan konsultasi proses politiknya dan seluruh parpol untuk mengantisipasi suatu inisiatif RUU perpajakan," kata Sri Mulyani, pekan lalu.
Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyebut fokus reformasi pajak ke depan tak hanya menyangkut tarif. Pasalnya, pemerintah juga menampung isu-isu yang selama ini dekat dengan masyarakat, termasuk ekonomi digital.
"Kami akan melihat dari sisi PPN dan dari sisi tata kelola bagaimana kita mengelola perpajakan secara lebih kredibel dan dipercaya," jelasnya.
Adapun mekanisme penghitungan laba BUT, otoritas pajak memberikan penegasan bahwa biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dan telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Namun demikian, pemerintah juga menekankan bahwa royalti, imbalan sehubungan dengan manajemen jasa, termasuk bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan tidak bisa dihitung sebagai biaya. Dengan begitu, pembayaran royalti hingga bunga tersebut tidak dianggap sebagai objek pajak.
Tarif yang dikenakan kepada BUT sesuai dengan menkanisme tarif PPh korporasi, yang jika merujuk ke pernyataan pemerintah baru-baru ini terkait penurunan PPh korporasi dari 25% menjadi 20%.