Bisnis.com, JAKARTA– Selain tentang tarif, pembahasan revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) juga mencakup pembahasan mengenai perluasan obyek pajak yang nantinya akan menjadi lahan perburuan baru bagi otoritas pajak.
Dalam draf revisi UU PPh yang diterima Bisnis.com, jumlah obyek pajak penghasilan yang nantinya akan dipungut membengkak dari 19 menjadi 25 objek PPh. Selain itu, rancangan UU itu juga mempertegas perlakuan pemajakan terhadap bentuk usaha tetap atau BUT dan transaksi ekonomi digital.
Beberapa tambahan objek pajak yang rencananya dimasukkan dalam revisi UU PPh itu mencakup harta warisan, harta hibah, laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak dinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu dua tahun, hingga pembayaran premi asuransi kesehatan dan iuran jaminan kesehatan.
Sementara itu, mengenai perlakuan perpajakan bagi bentuk usaha tetap (BUT), objek pajak dari BUT tersebut diperluas menjadi tiga aspek. Pertama, penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki.
Kedua, penghasilan kantor pusat dari aktivitas usaha, penjualan barang, dan pemberian jasa di Indonesia dan dilakukan oleh BUT di Indonesia.
Ketiga, penghasilan baik berupa penghasilan pasif seperti dividen maupun royalti hingga penghasilan dari transaksi ekonomi digital, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan penghasilan tersebut.
Baik pihak otoritas pajak maupun otoritas fiskal enggan memberikan tanggapan soal beredarnya draf RUU PPh tersebut.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa meminta semua pihak untuk menunggu sampai pembahasan UU tersebut selesai.
“Ditunggu saja [undang-undangnya],” ucapnya Yoga singkat, Selasa (23/5/2019).