Bisnis.com, JAKARTA - Perdebatan tentang perluasan objek pajak dalam revisi Undang-Undang No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) masih terus berlangsung.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara saat dikonfirmasi soal perkembangan pembahasan revisi UU tersebut pekan lalu.
"Penambahan objek pajak [penghasilan] untuk mendorong investasi. Tetapi perdebatannya belum selesai," kata Suahasil kepada Bisnis.com, pekan lalu.
Informasi yang dihimpun Bisnis.com mengungkapkan bahwa proses pembahasan perluasan obyek pajak terus dibahas. Kabar terakhir, rencana untuk memasukkan laba ditahan atau retairned earnings ditangguhkan.
Namun demikian, upaya untuk memperluas objek pajak penghasilan terus dilakukan. Setelah warisan yang sempat menjadi perbincangan tahun lalu, pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk memetakan objek penghasilan berdasarkan aset.
Pemetaan atas aset menjadi salah satu langkah untuk mewujudkan pemungutan pajak yang lebih berkeadilan. Apalagi, sampai saat ini persoalan aset masih menjadi sumber ketimpangan di Indonesia.
Dalam Asia Pacific Wealth Report 2018 yang dikeluarkan Capgemini memperlihatkan 124.000 orang kaya menguasai kekayaan hingga US$661 miliar (basis penghitungan tahun 2017) atau jika dirupiahkan mencapai Rp9.254 trilun (68,1% dari PDB 2017).
Kendati demikian, Suahasil menambahkan, selain masalah perluasan obyek pajak penghasilan, pihaknya juga tengah mengkaji beberapa persoalan lain misalnya penurunan tarif bagi PPh badan termasuk perusahaan yang sudah melakukan Initial Public Offering atau IPO.
"Itu kan ada seperangkat bukan hanya PPh badan yang korporasi, tetapi PPh lainnya, misalnya mereka yang IPO. Iya [diturunkan tarifnya]," jelasnya.