Bisnis.com, MEDAN -- Bank Indonesia menyebut kebijakan pelonggaran moneter yang akomodatif masih memungkinkan seiring dengan prediksi kemungkinan perang dagang Amerika Serikat dan China berlanjut sampai Pemilu AS pada 2020.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan, ada dua peluang kebijakan moneter akomodatif dalam tahun ini sampai 2020 memang memungkinkan diambil oleh BI.
Dia beralasan kondisi pelambatan ekonomi global memang disinyalir akan bertahan sampai 2020 bertepatan dengan Pemilu Amerika Serikat. Dody menyebut BI menemukan adanya spekulasi pasar bahwa perang dagang adalah strategi melanggengkan Trump ke Pilpres AS pada 2020.
"Kalau bisa mengerucut ke suatu titik ini akan berhenti pada saat election Trump itu adalah alat untuk Trump memenangkan pemilu," terang Dodi dalam pidatonya di Pelatihan Wartawan Ekonomi, Jumat (19/7/2019).
Pasca-Pemilu AS nanti, BI belum bisa memprediksi pertumbuhan dan dinamika ekonomi global nantinya sehingga dalam waktu dekat BI dan banyak bank sentral di dunia melihat pentingnya menurunkan suku bunga.
"Kita bisa debat tapi make sense bahwa artinya jika begitu akan panjang peluang trade war," ungkapnya.
Oleh sebab itu, BI memprediksi secara lebih terukur kondisi ketidakpastian global akan berlanjut sehingga BI merasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga acuan.
Baca Juga
"Bank Indonesia menyebut ini upaya mendorong permintaan dometik termasuk investasi perlu ditingkatkan untuk memitigasi dampak pelambatan ekonomi dunia," paparnya.
Adapun beberapa opsi kebijakan moneter akomodatif yang akan dilakukan oleh BI selain penurunan suku bunga acuan juga penurunan rasio giro wajib minimum (GWM).
"Setidaknya ketidakpastian eksternal ini lebih terukur pasti," ungkapnya.