Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu menyiapkan kebijakan untuk mengatur manajemen stok cabai demi menekan fluktuasi harga komoditas itu di pasaran.
Tunov Mondro Atmodjo, Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia (ACCI), mengatakan selama ini di level petani tidak ada jaminan pasar, sehingga ketika panen raya dan stok melimpah, terjadi kerugian. Hal ini membuat petani enggan menanam cabai dan beralih ke komoditas lain seperti daun bawang.
“Penanaman cabai sepanjang tahun itu ada, tiap bulan ada tanam, ada panen, tetapi ketika sudah berbulan-bulan ini harga jatuh [di tingkat petani]. Yang menjadi pertanyaan ,siapa yang mau tanam kalau sudah ketahuan akan rugi?,” katanya, Selasa (16/7/2019).
Dia menjelaskan sejak Mei 2018 hingga Juni 2019, harga jual cabai di tingkat petani dipatok rendah sebesar Rp1.500 per kg hingga Rp10.000 per kg. Padahal, berdasarkan data PIHPS, selama periode Mei 2018 hingga Juni 2019, rata-rata harga cabai merah secara month to month (mtm) di pasar tradisional seluruh Indonesia paling tinggi menyentuh level Rp58.100 per kg yang terjadi pada 3 Juni 2019 dan terendah di angka Rp27.050 per kg pada 1 Maret 2019.
Pada periode yang sama, rata-rata harga cabai rawit sempat menyentuh level tertinggi Rp 46.050 per kg (mtm) pada 1 Juli 2019, dan terendah Rp32.100 per kg pada 1 Februari 2019.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai pemerintah perlu melakukan pembenahan dari sisi hulu hingga hilir untuk menjaga stabilnya harga komoditas hortikultura tersebut.
Baca Juga
Menurutnya, pembenahan tersebut dapat dimulai dari sisi hulu produksi cabai. Pemerintah perlu melakukan identifikasi sentra-sentra produksi, guna mengecilkan margin perdagangan dan pengangkutan (MPP).
Dia juga menyarankan pemerintah menyediakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus untuk mendukung petani cabai menanam melawan musim.