Bisnis.com, JAKARTA -- Surplus tipis neraca dagang Juni 2019 sebesar US$196 juta menandakan defisit transaksi berjalan tahun ini akan sulit diturunkan.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menyatakan, current account deficit atau defisit transaksi berjalan tahun ini akan sulit diturunkan.
Sebelumnya, Bank Indonesia memprediksi pada semester I/2019 defisit transaksi berjalan juga tak akan melampaui 3%. Alasannya, dinamika perdagangan domestik dan global dan ketergantungan pada harga komoditas masih jadi pemicu defisit transaksi berjalan.
"Secara umum karena neraca dagang juga terkait dengan supply-demand dalam negeri yang perubahannya akan sulit diubah secara signifikan dalam waktu dekat," paparnya kepada Bisnis.com, Selasa (16/7/2019).
Fikri menyebut secara khusus dari sisi ekspor perlu dorongan pemerintah untuk merambah pasar melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement. Namun, strategi jemput bola itu juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Meski demikian, Fikri menilai kinerja neraca dagang bisa diperbaiki. Caranya dengan mengubah komoditas ekspor bahan baku menjadi barang dengan nilai tambah.
Selain itu juga antisipasi atas kebutuhan industri untuk barang modal luar negeri, serta kebutuhan konsumsi impor migas.
"Maka itu surplus sekarang ini kurang sehat karena terjadi penurunan ekspor diikuti dengan penurunan impor yang lebih besar," sambungnya.
Badan Pusat Statistik telah merilis pada semester I/2019 neraca perdagangan mencatatkan defisit US$1,93 miliar.