Bisnis.com, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan dipastikan tidak akan rampung tahun ini lantaran keterbatasan waktu pembahasan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatasan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) terhambat karena waktu sidang yang tidak mencukupi. Pasalnya, masa kepengurusan anggota DPR periode sekarang sudah hampir habis.
Sosialisasi mengenai RUU tersebut memang sudah dilakukan ke sejumlah perguruan tinggi. Namun, secara substansi RUU tersebut belum dibahas.
Selain pembahasan di DPR yang belum rampung, RUU tersebut juga masih harus menjalani serangkaian proses panjang, termasuk pembahasan bersama pemerintah. Artinya, pengesahan RUU tersebut diperkirakan masih cukup lama.
Meskipun demikian, dia optimistis RUU tersebut bisa rampung tahun depan. "Masa jabatan tentu tidak akan cukup waktu karena butuh waktu dalam dua masa sidang," katanya, Kamis (11/7/2019).
Dia menjelaskan pada awalnya, RUU tersebut tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019 maupun prioritas. Adapun gagasan RUU EBT muncul pada awal 2018 dan menjadi inisiatif DPR untuk mempercepat perkembangan EBT di Indonesia.
Baca Juga
Menurutnya, RUU tersebut penting untuk mendorong realisasi bauran EBT di Indonesia. Pasalnya, salah satu yang akan diatur dalam RUU tersebut adalah insentif kepada masyarakat maupun pelaku usaha yang mau mengembangkan EBT.
"Ada target 2025 bauran EBT 23 persen dan 2050 31 persen. Padahal, Denmark pada 2050 sudah ingin melepaskan dari energi fosil. Memang perlu keberanian pemerintah menjamin sektor EBT yang masih dianggap memiliki harga mahal," katanya.