Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan peluang ekspor pelet kayu atau wood pellet ke Jepang dan Korea Selatan terbuka lebar.
Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif APHI mengatakan potensi itu didukung oleh perubahan paradigma kedua negara tersebut yang mendorong industrinya untuk menggunakan energi terbarukan.
"Permintaan wood pellet dari luar negeri cukup besar antara lain Korea dan Jepang. Contohnya Korea, permintaan didukung kebijakan pemerintah yang akan memberi insentif pengurangan pajak jika industrinya menggunakan energi terbarukan dari energi biomassa berupa wood pellet," kata Purwadi kepada Bisnis, Selasa (9/7/2019).
Adapun pelet kayu dapat diproduksi dari bahan baku tanaman cepat tumbuh seperti gamal dan kaliandra merah. Selain itu, pelet kayu juga potensial dikembangkan dari limbah kayu tebangan yang berasal dari hutan alam.
"Saat ini limbah kayu bisa mencapai sekitar 30% dari produksi," ungkapnya.
Dia menambahkan dalam kurun waktu 2-3 tahun terakhir, permintaan pelet kayu dalam negeri untuk industri pengeringan teh, tahu, dan industri terus meningkat. Bahan tersebut sedikit demi sedikit menggantikan bahan bakar dari gas yang selama ini mereka gunakan untuk industrinya.
Di sisi lain, Purwadi mengatakan produksi pelet kayu nasional saat ini masih rendah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat produksi pelet kayu pada Mei 2019 sebanyak 42.922,26 ton.
"Sebagian besar baru gunakan limbah cangkang sawit. Baru 5 tahun terakhir tumbuh investasinya berbasis kayu, tapi masih kekurangan bahan baku," kata Purwadi.
Di sisi lain, salah satu kendala pengembangan industri pelet kayu adalah harganya yang relatif rendah. Menurut Purwadi, Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam yang jaraknya lebih dekat dari kedua negara tersebut sehingga ongkos angkutnya lebih rendah.