Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara acuan (HBA) kian terpuruk setelah kembali anjlok pada Juli 2019. Saat ini, HBA berada pada level US$69,07 per ton, terendah sejak Oktober 2016.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 117 K/30/MEM/2019, HBA Juli 2019 ditetapkan senilai US$71,92 per ton atau turun 11,73% dibandingkan dengan HBA Juni 2019 senilai US$81,48 per ton.
Adapun sejak September 2018, HBA terus merosot dan belum pernah mencetak kenaikan bulanan. Terakhir kali HBA mencetak kenaikan bulanan pada Agustus 2018 ketika bertengger di level US$107,83 per ton.
Tren penurunan yang panjang tersebut membuat rata-rata HBA sepanjang periode Januari-Juli tahun ini hanya senilai US$85,56 per ton, jauh dari rata-rata HBA sepanjang tahun lalu yang mencapai US$98,96 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan penurunan tersebut hasil dari pembentukkan empat indeks, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900. Masing-masing indeks tersebut memiliki bobot 25%
Menurunya, sentimen dari China dan India sebagai importir terbesar batu bara masih menjadi faktor utama.
"Ada pembatasan impor batu bara oleh India akibat beberapa pabrik keramik yang sementara karena masalah lingkungan. China juga meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan domestik," katanya, Kamis (4/7/2019).
Selain itu, tambahnya, Rusia juga memperluas pasar batu baranya ke Asia. Alhasil, pasokan batu bara bara semakin melimpah di tengah stagnannya permintaan. "Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat juga ikut berpengaruh," ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan kekhawatiran akan berlanjutnya penurunan harga batu bara memang sudah ada di kalangan pelaku usaha. Menurutnya, setimen negatif masih terus membayangi komoditas tersebut.
Dia pun mengingatkan agar pemerintah berhati-hati apabila hendak merevisi rencana produksi tahun ini. Pasalnya, peningkatan produksi batu bara Indonesia bisa sangat berpengaruh pada pergerakan harga batu bara global.
"Permintaan pasar terbatas. Kalau produksi tidak dikendalikan maka harga akan tertekan," ujarnya.