Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian ESDM menyatakan Indeks Nikel Indonesia (INI) yang akan segera diluncurkan diharapkan mampu mengurangi distorsi harga antara nikel yang dijual di dalam negeri dan yang diekspor.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan selama ini para penambang selalu dihadapkan pada rendahnya harga bijih nikel yang dijual ke smelter dalam negeri. Meskipun masalah harga tidak bisa dipaksakan, dia berharap harga jual tersebut wajar sesuai ongkos produksi dari penambang.
"Ada gap antara harga jual dengan cost di tambang. Contohnya kalau smelter memiliki cadangan cukup banyak, penambang diminta jual dengan harga sangat rendah," ujarnya, Kamis (4/7/2019).
Yunus menjelaskan selama ini pemerintah sudah menerbitkan harga patokan mineral (HPM) mineral setiap bulan yang mencaku harga nikel. Namun, patokan tersebut dipakai untuk menentukan royalti yang harus dibayarkan, sementara harga jual tergantung kesepakatan antara penambang dan pembeli.
Berbeda dengan perdagangan bijih nikel dalam negeri yang lebih banyak ditentukan oleh smelter, harga untuk ekspor mengacu pada London Metal Exchange (LME). Biasanya harga jualnya bisa lebih tinggi.
Dengan adanya indeks dalam negeri untuk nikel, Yunus berharap antara penambang dan pembeli, dalam hal ini smelter, bisa memiliki acuan harga yang lebih jelas. Hal tersebut sekaligus menjadi langkah awal untuk mendorong harga nikel Indonesia sebagai salah satu referensi di dunia.
"Lambat laun kita berharap Indonesia jadi referensi. Ini tidak bisa seperti sulap dan harus melalui proses panjang," tuturnya.