Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Batu Bara Dibayangi Kelebihan Pasokan

Meskipun realisasi produksi batu bara yang tercatat sepanjang semester I/2019 masih rendah, bayang-bayang berlebihnya pasokan hingga akhir tahun masih perlu diwaspadai.
Salah satu lokasi pertambangan batu bara di Kalimantan Timur./JIBI-Rachmad Subiyanto
Salah satu lokasi pertambangan batu bara di Kalimantan Timur./JIBI-Rachmad Subiyanto

Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun realisasi produksi batu bara yang tercatat sepanjang semester I/2019 masih rendah, bayang-bayang berlebihnya pasokan hingga akhir tahun masih perlu diwaspadai.

Head of Domestic Marketing PT Adaro Indonesia Nyoman Oka mengatakan produksi batu bara nasional pada tahun ini masih berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 557 juta ton. Hal tersebut akan menyebabkan kelebihan pasokan di pasar yang berujung pada tertekannya harga.

"Adaro tetap konservatif. Produksi masih sesuai rencana antara 54-56 juta ton seperti tahun lalu," ujarnya, baru-baru ini.

Menurutnya, pihaknya fokus pada konsumen yang sudah ada dan belum berencana untuk memperluas pasar secara agresif.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, hingga 27 Juni 2019 produksi batu bara nasional batu mencapai 188,91 juta ton atau 38,57% dari target yang ditetapkan sebanyak 489,73 juta ton. 

Adapun DMO tercatat sebanyak 35,22 juta ton. Namun, presentasinya tergolong tinggi dengan menyentuh angka atau 27,51% dari target sebanyak 128,04 juta ton.

Meskipun produksi pada semester I/2019 masih tergolong rendah, secara historis, produksi akan meningkat pada kuartal IV. Pasalnya, sebagian konsumen yang berada di belahan bumi bagian Utara memasuki musim dingin, sehingga konsumsi batu bara meningkat.

Selain itu, pencatatan dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) provinsi pun biasanya akan melonjak di akhir tahun atau awal tahun berikutnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 92 K/30/MEM/2019, HBA Juni 2019 ditetapkan senilai US$81,48 per ton atau turun tipis 0,46% dibandingkan dengan HBA Mei 2019 senilai US$81,86 per ton.

Sejak September 2018, HBA terus merosot dan belum pernah mencetak kenaikan bulanan. Terakhir kali HBA mencetak kenaikan bulanan pada Agustus 2018 ketika bertengger di level US$107,83 per ton.

Tren penurunan yang panjang tersebut membuat rata-rata HBA dalam enam bulan pertama tahun ini hanya senilai US$87,83 per ton, jauh dari rata-rata HBA sepanjang tahun lalu yang mencapai US$98,96 per ton.

Nilai HBA Juni 2019 tersebut sekaligus menjadi yang terendah sejak Juli 2017. Kala itu, HBA ditetapkan senilai US$78,95 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper