Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indikator PMI : Aktivitas Manufaktur Juni 2019 Melambat

Aktivitas manufaktur sepanjang Juni 2019 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya berdasarkan angka Purchasing Managers' Index (PMI). Walaupun demikian, sektor industri masih berada dalam level ekspansi.
Aktivitas karyawan di pabrik karoseri truk di kawasan industri Bukit Indah City, Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (13/2). /Bisnis.com-NH
Aktivitas karyawan di pabrik karoseri truk di kawasan industri Bukit Indah City, Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (13/2). /Bisnis.com-NH

Bisnis.com, JAKARTA--Aktivitas manufaktur sepanjang Juni 2019 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya berdasarkan angka Purchasing Managers' Index (PMI). Walaupun demikian, sektor industri masih berada dalam level ekspansi.

Pada bulan keenam, PMI Indonesia berada di angka 50,6 atau lebih rendah dibandingkan Mei yang sebesar 51,6. Data indeks di atas 50 menunjukkan peningkatan di semua variabel survei, sedangkan di bawah 50 mengindikasikan penurunan.

Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, mengatakan bahwa pertumbuhan manufaktur Indonesia mengalami perlambatan pada tengah tahun ini yang ditandai dengan laporan pertumbuhan produksi dan penjualan yang lebih lambat selama Juni.

"Perlambatan permintaan ini berdampak pada perekrutan karyawan seiring dengan survei PMI yang memberikan sinyal penciptaan lapangan kerja yang paling rendah selama satu tahun. Pabrikan juga menekan pembelian bahan baku," ujarnya Senin (1/7/2019).

Namun, Bernard menilai indikator PMI lainnya menunjukkan bahwa perlambatan yang terjadi ini bisa saja hanya berlangsung sementara. Para pelaku usaha masih meyakini bahwa sektor manufaktur akan menguat pada tahun ini.

Indeks produksi ke depan berada dalam level paling tinggi dalam 2,5 tahun terakhir. Para pabrikan memproyeksikan pertumbuhan produksi yang didorong oleh rencana ekspansi bisnis, peningkatan kapasitas produksi, aktivitas pemasaran, dan permintaan yang lebih besar.

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada Juni mereda dan kenaikan biaya produksi berada dalam laju yang lebih rendah dibandingkan dengan Mei 2019. Pabrikan juga tidak agresif dalam menaikkan harga jual produk mereka.

Perubahan inflasi biasanya dipengaruhi oleh kenaikan harga untuk beberapa jenis produk makanan dan minuman, furnitur, dan tekstil. Beberapa laporan juga menunjukkan bahwa keterbatasan bahan baku berkontribusi pada kenaikan harga produk.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sebelumnya telah memprediksi bahwa industri pengolahan dalam negeri akan mengalami penurunan setelah puasa dan Lebaran, terutama untuk produk pakaian jadi dan makanan minuman olahan. Namun, penurunan tersebut diperkirakan tidak akan lama dan diperkirakan kembali naik pada bulan depan.

Menurutnya, permintaan produk industri pengolahan akan mengalami penurunan, salah satunya disebabkan pembatasan transportasi distribusi. “Logistik kan tidak bisa gerak sekitar 2 minggu, nanti Juli akan naik lagi,” ujarnya.

Secara siklus, permintaan produk pakaian jadi dan mamin melonjak menjelang Lebaran karena masyarakat membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Peredaran uang ke daerah juga semakin kencang karena banyak masyarakat yang mudik atau pulang kampung.

Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menyatakan hal serupa. Menurutnya, siklus seusai Lebaran permintaan mamin mengalami penurunan, tetapi hanya untuk sementara. “Biasanya 2—3 minggu agak menurun, setelah itu naik normal lagi,” katanya.

Selain karena masalah pembatasan angkutan, juga disebabkan oleh kebiasaan konsumen setelah Lebaran yang mengurangi belanjanya. Ke depan, industri mamin memandang optimistis pertumbuhan seiring dengan proses pemilihan presiden yang telah usai dan perhatian pemerintah terhadap sektor ini.

Dengan proses pemilu yang telah rampung, seluruh pihak pun mulai fokus untuk 5 tahun ke depan. Presiden Joko Widodo juga telah meminta usulan konkrit dari pengusaha mengenai strategi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing dan tingkat konsumsi masyarakat.

“Ini pasti berdampak positif ke industri mamin ke depan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper