Bisnis.com, JAKARTA — Hong Kong kembali memuncaki daftar kota paling mahal di dunia, diikuti oleh Tokyo. Posisi Jakarta di dalam daftar kota dengan biaya hidup tertinggi tahun ini naik 12 peringkat.
Berdasarkan Survei Biaya Hidup tahunan ke-25 tahun 2019 yang dirilis oleh Mercer, delapan dari sepuluh kota termahal dunia berada di Asia akibat harga barang konsumen yang tinggi dan pasar perumahan yang dinamis. Jakarta yang kini berada di posisi ke-105, naik 12 peringkat.
Hong Kong menempati peringkat teratas kota termahal dunia selama 2 tahun berturut-turut dengan pasar perumahan yang semakin tidak terjangkau. Setelah Hong Kong diikuti secara berurutan oleh Tokyo, Singapura, Seoul, Zurich, Shanghai, Ashgabat, Beijing, New York, dan Shenzhen.
Ashgabat di Turkmenistan mengalami kenaikan tertinggi, melonjak 36 peringkat dari peringkat 43 pada tahun 2018, akibat kelangkaan mata uang dan kenaikan harga produk-produk impor.
Selain itu Mumbai adalah kota termahal di India pada urutan 67, diikuti oleh New Delhi urutan 118 dan Chennai di urutan 154, Bengaluru urutan 179 dan Kolkata di urutan 189 merupakan kota termurah di India yang ada dalam peringkat.
Di bagian lain Asia, Bangkok menjadi urutan ke 40, meningkat 12 peringkat dari tahun lalu. Lalu Hanoi urutan 112 dan Jakarta di posisi 105 yang juga masing-masing naik 25 dan 12 peringkat. Kota Bishkek berada di posisi 206 dan Tashkent di 208 yang tetap menjadi kota termurah di Asia untuk ekspatriat.
Baca Juga
Kota-kota Australia terus mengalami penurunan dalam peringkat karena penguatan mata uang terhadap dolar AS. Sydney di urutan 50, kota dengan peringkat paling tinggi di Australia untuk ekspatriat, turun 21 peringkat. Melbourne di 79 dan Perth di 87 masing-masing turun 21 dan 26 peringkat.
Global Mobility Practice Leader Mercer untuk Asia, Timur Tengah, dan Afrika Mario Ferraro mengatakan kenaikan peringkat Jakarta terutama disebabkan oleh pertumbuhan investasi asing dan pasar ekspatriat yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan perkembangan kota-kota lain.
"Jakarta telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam hal infrastruktur, dan terus menjadi pasar yang menarik bagi perusahaan-perusahaan asing. Akomodasi yang cocok untuk ekspatriat masih relatif langka dibanding permintaan," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (26/6/2019).
Selain itu, pihaknya melihat ekspatriat cenderung memilih tinggal di pusat kota yang pasar perumahannya mahal karena pertimbangan kemacetan lalu lintas dan waktu perjalanan. Ferraro juga menyebut bahwa Asia terus menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global yang utama.
Menurutnya, terlepas dari biaya hidup yang relatif tinggi, banyak perusahaan masih melihat alasan bisnis yang kuat untuk memindahkan karyawan ke Asia atau antar negara Asia.
Pada saat yang bersamaan, pertimbangan biaya masih menjadi isu, dan melihat perusahaan semakin fokus mencari alasan bisnis yang jelas untuk penugasan, serta mengukur imbal hasil investasi.
Survei tahun ini meliputi 209 kota di lima benua dan mengukur lebih dari 200 komponen biaya hidup di setiap kota, termasuk perumahan, transportasi, makanan, pakaian, perlengkapan rumah tangga, dan hiburan.
Di antara kota-kota besar dunia, harga tiket bioskop, kopi, sewa properti, dan bahan bakar di Hong Kong adalah yang paling mahal, sedangkan Beijing menduduki peringkat teratas harga susu yang mencapai US$4,45 dibanding hanya US$1,21 di New York.
Survei Mercer yang diakui secara luas merupakan salah satu survei yang paling komprehensif di dunia, dirancang untuk membantu perusahaan-perusahaan multinasional dan pemerintah menentukan kompensasi dan tunjangan untuk karyawan ekspatriat.
New York dijadikan kota standar untuk semua perbandingan, serta pergerakan mata uang diukur terhadap dolar AS.
President Career Business Mercer Ilya Bonic menambahkan dalam perekonomian yang fokus pada keterampilan yang didorong oleh disrupsi digital dan kebutuhan terhadap tenaga kerja yang terhubung secara global, penempatan ekspatriat merupakan aspek penting terhadap strategi bisnis kompetitif perusahaan global.
"Ada sejumlah keuntungan bagi perorangan dan institusi yang mengirim karyawan ke luar negeri, termasuk pengembangan karir, pengalaman global, keahlian baru, dan realokasi sumber daya. Dengan menawarkan paket kompensasi yang adil dan kompetitif, perusahaan dapat memfasilitasi pemindahan karyawan yang dapat mendorong bisnis," terangnya.