Bisnis.com, JAKARTA -- Meski sudah mulai berlaku sejak tahun lalu, tapi penyelesaian aturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum juga diselesaikan.
Dalam bahan rapat dengan Komisi XI DPR yang dikutip Bisnis pada Kamis (20/6/2019), sampai saat ini, pemerintah masih berupaya merampungkan empat regulasi yang akan menjadi pedoman dalam optimalisasi PNBP.
Pertama, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tata Cara Penetapan Tarif PNBP. Kedua, RPP pengelolaan PNBP.
Ketiga, RPP Tata Cara Pemeriksaan PNBP. Keempat, RPP soal Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian.
"Penyempurnaan tata kelola PNBP pascalahirnya UU PNBP antara lain dilakukan dengan menyelesaikan RPP turunan dan menyempurnakan pengawasan pengelolaan PNBP," tulis laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Adapun pemerintah menargetkan 4 aturan turunan dari UU PNBP bisa diselesaikan kurang dari 2 tahun.
Seperti diketahui, UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun. UU tersebut sudah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional, baik melalui fungsi budgetary maupun regulatory.
Adapun beberapa penyempurnaan pokok dalam UU PNBP mencakup pengelompokkan objek, pengaturan tarif, tata kelola, pengawasan, dan hak Wajib Bayar.
Untuk kategori pertama, objek PNBP dikelompokkan dalam enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
Pengklasteran ini digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP guna mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari PNBP dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing objek PNBP, prinsip keadilan, dan menjaga kualitas layanan pada masyarakat.
Kedua, pengaturan tarif PNBP mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk penguatan landasan hukum dalam rangka pemberian kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 atau 0 persen untuk kondisi tertentu.
Kebijakan tersebut antara lain ditujukan untuk masyarakat tidak mampu, pelajar/mahasiswa, penyelenggaraan kegiatan sosial, usaha mikro, kecil, dan menengah, kegiatan keagamaan. kegiatan kenegaraan, dan keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
Di samping itu, penetapan jenis dan tarif PNBP memungkinkan dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), khususnya untuk tarif atas layanan PNBP yang bersifat dinamis, dalam rangka menjaga kualitas pelayanan dan untuk percepatan penyesuaian terhadap nilai wajar dan harga pasar.
Ketiga, penyempurnaan tata kelola PNBP antara lain pengaturan kewajiban Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan verifikasi dan pengelolaan piutang, serta pemanfaatan teknologi dalam rangka pengelolaan PNBP untuk peningkatan layanan dan efisiensi.
Keempat, penguatan fungsi pengawasan dilaksanakan dengan melibatkan aparat pengawas intern pemerintah, sehingga dapat meminimalkan pelanggaran atas keterlambatan atau tidak disetomya PNBP ke Kas Negara oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, dan Mitra Instansi Pengelola serta penggunaan langsung di luar mekanisme APBN oleh Instansi Pengelola PNBP.
Kelima, penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan hak Wajib Bayar antara lain pemberian keringanan berupa penundaan, pengangsuran, pengurangan, dan pembebasan dengan memperhatikan kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, dan kebijakan pemerintah.