Bisnis.com, JAKARTA — Konsul Kedokteran Indonesia meminta agar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serius menjalankan komitmen moratorium fakultas kedokteran baru. Keseriusan pemerintah dipertanyakan karena sudah ada 14 fakultas kedokteran yang dibuka sejak moratorium diumumkan pada 2016.
Terbaru pada Mei lalu, Kementeristekdikti memberikan izin pembukaan program studi Fakultas Kedokteran kepada Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten.
Ketua Konsul Kedokteran Indonesia Bambang Supriyatno mengatakan saat ini jumlah fakultas kedokteran yang ada di Indonesia ada 89 fakultas yang berada sebanyak 38 di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 51 di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Dari jumlah itu, yang telah terakreditasi A sebanyak 22 fakultas, lalu akreditasi B ada sebanyak 45 fakultas dan akreditasi C ada sebanyak 22 fakultas.
Menurutnya, masih banyak fakultas kedokteran yang belum memenuhi standar ketersediaan tenaga pendidik atau dosen kedokteran serta persyaratan.
"Kalau tidak dimoratorium, kuantitas FK dan FKG terus berkembang dan tidak dibarengi dengan mutu yang baik," ujarnya, Rabu (19/6).
Baca Juga
Pemerintah, lanjutnya, telah memberlakukan moratorium pembukaan program studi kedokteran dan kedokteran gigi berdasarkan surat edaran Kemenristekdikti No.2/M/SE/IX/2016 tentang Pendirian Perguruan Tinggi baru dan Pembukaan Program Studi.
Namun, dalam masa moratorium, pemerintah membuka 14 fakultas kedokteran yang dibuka sejak 2016, dimana sebagian besar belum memenuhi standar.
"Ada fakultas yang diberikan izin operasionalnya tanpa mendapat rekomendasi tim independen seperti disyaratkan," katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Hananto Seno mengatakan saat ini terdapat 31 institusi pendidikan kedokteran gigi. Dari sebanyak 31 itu, terdapat 30 RS/RSGM yang digunakan sebagai RS pendidikan utama tetapi hanya 6,45% yang sudah ditetapkan RS pendidikan. Kondisi SDM dosen di program profesi kedokteran gigi belum memenuhi syarat rasio dosen mahasiswa baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.
"Sekarang masih banyak universitas yang mendaftar untuk buka FKG. Kami tidak lagi memandang jumlah FKG tapi mutu lulusannya sehingga diharapkan tidak ada masalah pada pelayanan di kemudian hari," ujarnya.