Bisnis.com, JAKARTA -- Institute For Essential Services menilai tambahan 837,3 MW pembangkit energi baru terbarukan yang beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) pada tahun ini tidak berdampak banyak untuk mendorong capaian rencana umum energi nasional dengan bauran EBT 23 persen pada 2025.
Direktur Institute For Essential Services (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan dengan kondisi penambahan 837,3 MW pembangkit energi baru terbarukan (EBT) pada tahun ini, artinya selama lima tahun yakni 2015-2019, total tambahan pembangkit EBT untuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) hanya sekitar 1,7 GW hingga 1,8 GW. Sementara, untuk dapat mencapai target RUEN sebesar 23% EBT pada 2025, harus ada kapasitas terpasang 45 GW.
Artinya, dari total yang telah terpasang hingga saat ini, pemerintah perlu menambah lagi 35 GW energi baru terbarukan sebagai bagian dari energi primer.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028 yang sebesar 23% pada 2025, menurutnya, hanya setara dengan 15% -16% dari target RUEN 23%.
"Jadi untuk mencapai 23% target energi terbarukan sesuai RUEN, seharusnya pemerintah tidak membebankan pada PLN, tetapi perlu juga diberikan target yang sama untuk pemilik wilayah usaha (wilus) yang lain juga, walaupun porsi terbesar harus ditanggung oleh PLN," katanya kepada Bisnis, Senin (17/6/2019).
Adapun sebanyak 36 pembangkit energi baru terbarukan berkapasitas total 837 MW rencananya akan beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) tahun ini.
Baca Juga
Berdasarkan data yang bisnis terima, dari 36 pembangkit EBT yang akan COD tahun ini, sebagian besar didominasi tenaga air. Setidaknya ada 28 proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas total 726 MW yang rencananya akan beroperasi pada 2019.