Bisnis.com, JAKARTA—Keekonomian proyek gas alam cair (LNG) ultra laut dalam atau Indonesia Deepwater Development dan Lapangan Abadi dipertaruhkan seiring berlarut-larutnya pembahasan rencana pengembangannya.
Staf Pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan dalam kurun 2019 - 2020 akan banyak proyek LNG di dunia beroperasi, sehingga terjadi buyer market.
Dengan kondisi ini, menurutnya, Indonesia perlu melihat kondisi global dalam bisnis migas, termasuk untuk pengerjaan proyek-proyek kilang LNG. Di Indonesia, setidaknya ada dua proyek LNG besar yang diproyeksi beroperasi beberapa tahun mendatang, yakni Proyek IDD dan Abadi.
Merujuk data Wood Mackenzie, setidaknya lebih dari 150 million tonnes of crude produced per annum (mmtpa) proyek LNG dunia yang beroperasi hingga 2021. Khusus untuk 2019 - 2020, setidaknya proyek LNG sekitar 100 mmtpa akan beroperasi.
"Pada 2020 pasar LNG dunia itu jenuh. Banyak proyek onstream. Didikte oleh buyer bukan seller ini yang ditakutkan, bisa hilang momentum itu. Pemerintah perlu melihat dunia luar, bukan lokal," katanya dalam Iftar and Learn bersama Corporate Affair Chevron, Selasa (21/5/2019).
Masih mengacu Wood Mackenzie, Pri Agung mengatakan Proyek IDD dan Abadi kalah kompetitif dengan proyek LNG dunia. Perkiraan harga LNG dari IDD dan Abadi di atas 12% harga Brent atau kisaran US$70 per barel.
Proyek IDD dan Abadi masih kalau kompetitif dibandingkan dengan proyek Pluto Expansion, LNG Canada, US Brownfield, Mozambizue Onshore, Arctic LNG-2, Papua LNG dan Qatar New Megatrain. Pri Agung menambahkan dengan molornya proyek ini beroperasi, maka keekonomiannya akan terpengaruh.