Bisnis.com, JAKARTA — Produsen tekstil meminta pemerintah tidak tergesa-gesa menghapus kemudahan impor tekstil dan produk tekstil melalui pusat logistik berikat. Alasannya, kehadiran PLB memudahkan industri dalam negeri dalam pengadaan bahan baku dan barang setengah jadi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat meminta agar pemerintah jangan terburu-buru melakukan revisi ketentuan impor TPT dengan mengembalikkannya ke jalur pemeriksaan border. Dia menyarankan agar pemerintah menyiapkan kajian yang lengkap mengenai kebijakan importasi tersebut.
“Pemerintah jangan grusa-grusu ambil kebijakan. Menurut saya aturan yang ada saat ini disempurnakan saja. Ketentuan yang berefek negatif itulah yang direvisi, jangan kesemuanya langsung diubah. Kebijakan itu sama saja bentuk kemunduran,” jelasnya, Minggu (16/6).
Kehadiran kebijakan importasi melalui PLB sejatinya memberikan efek positif bagi industri tekstil dalam negeri, terutama dalam melakukan pengadaan bahan baku dan barang setengah jadi. Pasalnya, ketentuan itu terbukti memangkas waktu importasi dan memberikan keleluasaan bagi industri tekstil dalam negeri untuk melakukan pembayaran saat pembelian.
Menurutnya, lonjakan impor tekstil dan produk tekstil jadi, disebabkan oleh ketentuan yang terlalu longgar yang diberikan pemerintah kepada para importir pemegang angka pengenal importir umum (API-U). Terlebih, menurutnya, impor yang dilakukan oleh API-U tidak lagi memerlukan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian setelah jalur importasinya dilakukan melalui PLB.
“Kalau letak masalahnya ada pada longgarnya pengawasan impor oleh API-U maka ketentuan mengenai ÄPI-U saja yang dievaluasi. Jangan semuanya direvisi,” tegasnya.
Baca Juga
Ade menambahkan, lonjakan impor tekstil jadi di Indonesia, selain akibat longgarnya ketentuan impor oleh importir pemegang API-U, juga disebabkan oleh tidak harmonisnya aturan tarif antara industri hulu dan hilir.
Dia mengatakan, sejak 2011, impor benang terutama dari poliester dikenai bea masuk antidumping (BMAD) sebesar 40%. Hal itu berdampak kepada mahalnya harga benang yang diimpor oleh produsen RI. Sementara itu, pada saat bersamaan, pemerintah tidak menerapkan kebijakan serupa kepada komoditas kain.
“Akibatnya harga kain impor jauh lebih murah. Sebab eksportir dari luar negeri, memilih ekspor kain ke Indonesia karena tidak dikenai bea masuk tambahan, berbeda dengan benang,” jelasnya.
Kementerian Perdagangan siap merevisi aturan mengenai importasi produk tekstil melalui pusat logistik berikat (PLB), pasalnya pemeriksaan yang longgar dinilai membuat angka impor membengkak.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan dia sepakat dengan usulan Kementerian Perindustrian untuk mengevaluasi ketentuan dalam proses importasi produk tekstil melalui PLB. Adapun menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.64/2017 tentang ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil sejatinya belum dapat dijalankan secara penuh.
Salah satu wacana yang diapungkannya adalah mengembalikan jalur importasi TPT melalui pemeriksaan border. Namun menurutnya, wacana itu bukan satu-satunya solusi yang akan ditempuh oleh pemerintah.