Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan meningkatkan pengawasan terkait dengan program peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri dengan menyiapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai dalam membangun smelter.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengatakan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan untuk menjatuhkan sanksi berupa pencabutan rekomendasi ekspor mineral yang belum dimurnikan bagi perusahaan yang lalai dalam membangun smelter. Namun, Kementerian ESDM akan memberikan teguran terlebih dahulu.
“Tahun ini kami akan melakukan pengawanan yang ketat atas progres kemajuan smelter dengan cara memberikan teguran dan peringatan. Kalau memang sudah diperingati tiga kali akan di lakukan pencabutan [rekomendasi ekspor],” katanya, baru-baru ini.
Kementerian ESDM telah mencabut rekomendasi ekspor bauksit PT Gunung Bintan Abadi (GBA) karena progres pembangunan smelternya tidak memenuhi syarat.
Yunus menjelaskan bahwa perusahaan tersebut sudah diperingati hingga tiga kali. Kementerian ESDM pun sudah mencabut rekomendasi ekspornya sejak Maret 2019.
Selain itu, Gunung Bintan Abadi juga menerima bahan galian dari tambang lain yang tidak dikerjasamakan. Adapun, total rekomendasi yang diperoleh GBA di atas 1 juta ton bauksit per tahun.
Selain Gunung Bintan Abadi, ada lima perusahaan lain yang progres smelternya masih belum sesuai target, yakni PT Surya Saga Utama, PT Genba Multi Mineral, PT Modern Cahaya Makmur, PT Lobindo Nusa Persada, dan PT Integra Mining Nusantara. Namun, kelima perusahaan tersebut hanya mendapatkan sanksi penghentian rekomendasi ekspor sementara.
“Istilahnya dievaluasi ulang. Kalau mereka bisa mempercepat dan mencapai progres yang diwajibkan, nanti tidak usah mengajukan permohonan dari nol lagi. Tinggal lanjut saja,” ujarnya.
Pada tahun ini, Kementerian ESDM memastikan ada tambahan tiga unit smelter yang beroperasi. Jumlah tersebut lebih banyak dari proyeksi pada akhir tahun lalu, yakni hanya 2 unit.
Pertama, smelter nikel milik PT Aneka Tambang Tbk. yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Smelter tersebut akan memurnikan bijih nikel menjadi feronikel (FeNi) dengan kapasitas input sebanyak 1.219.945 ton bijih nikel untuk menghasilkan 64.655 ton FeNi dengan kadar nikel di atas 15%.
Smelter nikel lainnya yang akan beroperasi pada tahun ini milik PT Wanatiara Persada yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Saat beroperasi, smelter tersebut akan menggunakan empat lini (line system rotary kiln electric furnace/RKEF) untuk memurnikan 2.200.000 ton bijih nikel menjadi 200.000 ton FeNi dengan kadar nikel di atas 15%.
Smelter ketiga yang akan beroperasi tahun ini adalah fasilitas pemurnian timbal yang dibangun PT Kapuas Prima Citra di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Smelter tersebut akan memurnikan 36.000 ton konsentrat timbal yang dapat memproduksi 22.000 ton emas batangan (bullion) timbal.
Smelter tersebut merupakan salah satu pionir industri pemurnian timbal di Indonesia dan diharapkan dapat mendorong perkembangan industri berbasis mineral timbal dan seng.
Secara keseluruhan, sudah ada 27 smelter yang terbangun. Mayoritas merupakan smelter nikel dengan jumlah 17 unit.
Sementara itu, ada 30 smelter lagi, yang juga didominasi oleh nikel, yang ditargetkan rampung pada 2022. Dengan demikian, bersamaan dengan ditutupnya keran ekspor mineral yang belum dimurnikan, sebanyak 57 smelter diharapkan sudah beroperasi di Indonesia.