Bisnis.com, JAKARTA--Faktor harga yang menjadi pertimbangan utama konsumen menjadi tantangan bagi pelaku industri pengolahan daging.
Agustus Sani Nugroho, Direktur Utama PT Sentra Food Indonesia Tbk., mengatakan bahwa hal tersebut dinilai menjadi tantangan utama di industri pengolahan daging karena setiap tahun hampir bisa dipastikan elemen biaya naik.
"Jadi, produsen daging olahan mesti dapat menyeimbangkannya," ujarnya, Kamis (23/5/2019).
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pada tahun lalu emiten dengan kode saham FOOD ini mengalami kenaikan beban umum dan administrasi naik disusul oleh biaya karyawan serta biaya riset dan pengembangan. Di sisi lain, biaya pemasaran tercatat menurun.
Perseroan mampu menjaga biaya produksi sehingga berkontribusi senilai Rp46,43 miliar, naik tipis 3,51% dibandingkan tahun sebelumnya senilai Rp44,85 miliar. Beban produksi terpakai senilai Rp56,36 miliar dengan biaya pabrikasi senilai Rp23,69 miliar.
Selain itu, masih terdapat regulasi yang tumpang tindih antara izin yang sudah berlaku secara nasional dengan izin yang berlaku di daerah. Sebagai contoh, Agustus menyebutkan produk daging olahan yang telah memperoleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang semestinya berlaku nasional, ternyata masih dimintakan izin-izin lain jika dikirim antar pulau.
"Selain menambah biaya, pengurusan izin-izin seperti ini juga menghambat dan memperlambat proses distribusi," jelasnya.
Oleh karena itu, dia pun meminta kepada pemerintah untuk mengurangi regulasi atau deregulasi izin yang tumpang tindih antara yang berlaku secara nasional dengan izin di daerah.
Terkait dengan permintaan masyarakat terhadap produk daging olahan, Agustus menyatakan saat ini dirasakan cukup baik. Kegiatan pemilihan umum pada April lalu tidak memberikan pengaruh perlambatan, justru permintaan secara umum naik menjelang Lebaran.
Menurutnya, minat masyarakat untuk daging olahan cukup merata di semua jenis produk daging olahan. "Secara umum, permintaan daging olahan jenis sosis dan kebab masih cukup dominan," jelasnya.
Adapun, untuk tahun ini, FOOD memperkirakan penjualan akan tumbuh sekitar 23% secara tahunan. Pada 2018, perseroan mencatatkan penjualan bersih senilai Rp122,06 miliar, naik 21,72% dari tahun sebelumnya yang senilai Rp100,27 miliar.
"Salah satu strategi kami untuk bisa bertumbuh adalah pengembangan produk-produk baru yang akan diperkenalkan ke pasar dan diharapkan akan dapat memberi kontribusi pada peningkatan penjualan," kata Agustus.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Makananan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S. Lukman sebelumnya mengatakan pada awal tahun ini, pabrikan makanan olahan mulai menaikkan harga jual produknya sebesar 3%--5%.
Selama tahun lalu, produsen telah menahan kenaikan harga dan mengorbankan margin keuntungan untuk menjaga volume penjualan. "Faktornya kan tidak hanya pelemahan rupiah saja, tetapi juga biaya lain seperti upah tenaga kerja," katanya.
Adapun, secara keseluruhan industri mamin diperkirakan tumbuh sebesar 9,86% secara tahunan sepanjang tahun ini.