Bisnis.com, JAKARTA – UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang diundangkan pada 17 Oktober 2014 itu diharapkan menjadi pemacu bertumbuhnya industri halal di Tanah Air. Akan tetapi, perangkat pelaksana seperti kapasitas lembaga penguji masih diragukan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menyatakan bahwa pihaknya mengkhawatirkan kecukupan jumlah Lembaga Penguji Halal (LPH) yang akan memeriksa proses produksi para pelaku industri. Pasalnya, jika melihat performa sertifikasi halal yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) hal tersebut sulit akan terjadi.
“Terakhir [sertifikat halal yang dikeluarkan pada] 2018 sekitar 11.000 per tahun. Kalau dibandingkan dengan jumlah [pelaku industri] makanan dan minuman itu yang besar 6.000 [pelaku], yang rumah tangga itu 1,6 juta, sehingga perlu persiapan,” paparnya kepada Bisnis, Kamis (23/5/2019).
Adhi menyampaikan, pada tahun pertama Gappmi akan memfokuskan untuk menyertifikasi produk-produk makanan dan minuman yang memiliki unsur hewani. Setelah itu, dilanjutkan ke unsur nabati, dan yang lainnya.
Gappmi, katanya, telah menyarankan agar BPJPH menerbitkan garis waktu proses sertifikasi halal mengingat banyaknya jenis makanan dan minuman yang ada di pasaran. Selain itu, asosiasi juga mengusulkan agar mempercepat proses sertifikasi terebut.
Menurutnya, lama proses halal yang diwacanakan dalam Undang-undang tersebut maksimum selama 26 hari. Namun, menurutnya, BPJPH telah berjanji akan melakukan sertifikasi tersebut lebih cepat dari 26 hari.