Bisnis.com, JAKARTA - Beban pembayaran bunga utang pemerintah mengalami kenaikan selama lima tahun terakhir. Namun demikian, peningkatan beban ini tak sejalan dengan kemampuan pemerintah untuk membayar utang yang justru mengalami penurunan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pembayaran bunga utang secara nominal dalam periode 2014–2019 rata-rata mengalami kenaikan sebesar 15,7 persen.
Kenaikan ini juga terjadi secara persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 1,26 persen pada 2014 menjadi 1,7 persen dari PDB pada 2019.
Kondisi ini berbanding terbalik dibandingkan kemampuan pemerintah dalam membayar utang yang ditunjukan dari meningkatnya rasio bunga utang terhadap pendapatan negara pada 2014–2015.
Pada 2014 misalnya, rasio bunga utang terhadap pendapatan masih sebesar 8,6.persen terus meningkat pada 2018 menjadi 13,3 persen, meskipun pada 2019 sedikit mengalami penurunan yakni di angka 12,7 persen.
Peningkatan rasio bunga utang terhadap pendapatan negara mengindikasikan bahwa kemampuan pendapatan negara untuk menopang pembayaran bunga utang mengalami kemerosotan.
“Hal lain juga bisa dimaknai bahwa dengan meningkatnya bebab bunga utang mengurangi kesempatan untuk penguatan belanja yang lebih berkualitas,” tulis Kemenkeu dikutip dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok – Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2020 yang dikutip Bisnis, Kamis (23/5/2019).
Otoritas fiskal berdalih bahwa, peningkatan porsi pembayaran bunga utang tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, peningkatan stock utang seiring dengan upaya mendukung kebijakan pemerintah yang ekspansif. Kedua, dinamika likuiditas yang semakin ketat sehingga mendorong peningkatan yield.
Adapun pada 2019, sampai dengan April realisasi pembayaran bunga utang mencapai Rp82,6 triliun atau 29,94 persen dari target pembayaran bunga utang 2019 senilai Rp275,89 triliun. Dengan realisasi tersebut, pembayaran bunga utang sampai dengan akhir April 2019 tumbuh di angka 4,15 persen.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 33,24 persen, realisasi pembayaran utang sampai dengan akhir April 2019 jauh lebih rendah. Penurunan tersebut didorong karena yield Surat Berharga Negara (SBN) yang cenderung turun pada awal 2019 dibandingkan pada 2018.
Dari sisi pendapatan, kinerja pendapatan negara cenderung tidak stabil. Pendapatan negara masih banyak ditopang oleh kondisi harga komoditas. Jika harga komoditas naik, maka penerimaan baik pajak maupun penerimaan bukan pajak akan juga mengalami kenaikan.
Berdasarkan catatan Bisnis, tren rasio pendapatan negara terhadap PDB menunjukan adanya korelasi dengan harga komoditas. Pada 2014 misalnya, rasio pendapatan negara terhadap PDB mencapai 14,7 perseb. Namun demikian pada tahun berikutnya karena angka ini anjlok menjadi 12,9 persen karena pengaruh harga komoditas.
Angka ini semakin turun pada 2016 yang mencapai 12,5 persen, terus mengalami penyusutan menjadi 12,1 persen pada 2017. Namun demikian, pada tahun 2018, seiring perbaikan peforma pendapatan negara yang merupakan imbas dari kenaikan harga komoditas terutama minyak bumi, rasio penndapatan negara terhadap PDB terungkit naik menjadi 13,09 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR, awal pekan ini tak menampik bahwa kinerja penerimaan 2018 memang banyak dipengaruhi oleh global dan harga komoditas, sehingga pada waktu itu pendapatan negara melebihi target dalam APBN 2018.