Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mulai mensimulasikan skema tarif yang akan dirumuskan dalam revisi tarif Undang-Undang Pajak Penghasilan maupun Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Informasi yang dihimpun Bisnis, salah satu skema yang tengah ditutak-atik otoritas fiskal diantaranya terkait rencana penurunan tarif PPh korporasi serta menyiapkan kompensasinya dengan menaikan tarif PPN.
Kompensasi tersebut diperlukan, apalagi PPh badan merupakan salah satu komponen utama dalam penerimaan PPh non migas. Jika merujuk ke realisasi penerimaan 2018, kontribusinya ke penerimaan pajak di atas 20 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara tak menampik kabar tersebut. Menurutnya, pemerintah memang telah fokus menampung berbagai masukan, termasuk melakukan simulasi untuk memperoleh rumusan yang tepat untuk menetapkan kebijakan tarif PPh maupun PPN ke depan.
“Sebagai policy kita masih mencari tahu arahnya kemana. Oleh karena itu kita tengah melakukan estimasi-estimasi, termasuk modeling baik dari kita sendiri maupun tempat lain,” kata Suahasil kepada Bisnis, belum lama ini.
Suahasil menegaskan sebagai sebuah kebijakan, proses perumusannya memang memerlukan kombinasi untuk meminimalisasi dampak negatif dari pelaksanaan kebijakan. Selain rumusannya tepat, kebijakan yang ditempuh pemerintah bisa berkontribusi positif terhadap perekonomian.
Adapun dalam catatan Bisnis, penurunan PPh koporasi sebenarnya bukan wacana baru. Dalam laporan berjudul 'Corporate Tax Statistics' OECD menyebut bahwa tarif pajak penghasilan korporasi di berbagai negara dalam dua dekade terakhir mengalami penurunan.
Tarif pajak penghasilan badan yang dikenakan berbagai negara kepada korporasi rata-rata sebesar 21,4 persen sepanjang 2018, jauh menurun bila dibandingkan 2000 lalu sebesar 28,6 persen.
Data tersebut merujuk kepada tarif pajak penghasilan badan yang ditetapkan pada sebanyak 94 yurisdiksi perpajakan di dunia, termasuk dengan menyertakan sederet negara suaka pajak.
Laporan yang sama memperlihatkan hanya tersisa sekitar 20 persen yurisdiksi pajak di dunia yang masih mempertahankan tarif pajak korporasi sebesar atau lebih dari 30 persen sepanjang 2018.
Artinya, sebagian besar yurisdiksi perpajakan di dunia menerapkan rezim pajak yang lebih rendah bagi korporasi. Sedangkan Indonesia saat ini masih mengenakan tarif PPh badan sebesar 25 persen.
Di satu sisi untuk PPN, justru memunjukan kebalikannya. Sejak 2008–2018, setidaknya dari 25 negara OECD pernah sekali menaikan tarif PPN-nya. Selain itu, dalam konteks global, rata-rata tarif global juga sebenarnya relatif tinggi dibandingkan dengan yang diterapkan di Indonesia.
Sebagai contoh merujuk kajian Indonesia Taxation Quarterly Report Q1/2019 yang didasarkan pada KPMG tax rates database, tarif PPN Global tahun 2019 berada pada kisaran 15,4 persen atau cukup konsisten sejak 2015 silam. Rata-rata global itu tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan yang berlaku di Indonesia yakni 10 persen.
"Kita pertimbangkan semuanya, karena kami tidak ingin kebijakan diputuskan hanya satu sisi. Sebab di Thailand efektifnya 7 persen," tegasnya.