Bisnis.com, JAKARTA - Masa jabatan Theresa May di Downing Street akan segera berakhir. Bulan lalu, perdana menteri Inggris tersebut berjanji untuk mengundurkan diri jika kesepakatan Brexit disahkan.
Selama tiga tahun terakhir, warisan ekonomi PM May terdominasi oleh hal yang sama yang membuat masa jabatannya yang bergolak, yakni janji mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa.
Pada sejumlah metrik, ekonomi di masa kepemimpinan PM May tidak dapat dibedakan dari yang diwarisi oleh pendahulunya, David Cameron.
Pertumbuhan produktivitas tetap buruk, ketegangan berlanjut, sebagian besar rumah tidak terjangkau bagi pembeli pertama dan kesenjangan ekonomi tetap ada terlepas dari janji May untuk mengatasi ketidakadilan dan membantu mereka yang kesulitan untuk bertahan hidup.
Meskipun resesi Brexit yang diprediksi oleh beberapa ekonom pada tahun 2016 tidak pernah terwujud dan ekonomi terus tumbuh, ada banyak indikator ekonomi yang terdampak, terutama kelemahan investasi.
Berdasarkan laporan Bloomberg, penciptaan lapangan kerja melonjak dengan berkuranganya persaingan antara masyarakat Inggris dengan pencari kerja dari Uni Eropa sementara itu kenaikan upah tahunan melaju lebih cepat dari kenaikan harga.
Baca Juga
"May telah setuju dan bersiap untuk menetapkan jadwal pengunduran dirinya pada bulan depan, setelah memimpin hampir selama tiga tahun," seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (20/5/2019).
Dalam perkembangan kondisi terkini di Inggris, referendum memberikan sebuah elemen kejutan terhadap standar hidup masyarakat Inggris, di mana poundsterling terdampak melemah sementara biaya impor terus meningkat,
Investasi bisnis, pada saat yang sama turut tertekan dengan ketidakpastian Brexit sementara prospek ekspor melemah, memaksa Inggris sangat bergantung pada konsumen domestik.
Namun, konsumen Inggris diperkirakan masih memiliki cukup cadangan pada simpanan mereka. Tahun lalu, mereka menghemat 4,2 persen dari total pendapatan, kurang dari setengah dari realisasi pada 2015.
Secara umum, ekonomi diperkirakan akan bergerak 2 persen lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai jika Inggris tetap tergabung dengan Uni Eropa.
Sejak kuartal II/2016, atau setelah referendum, produk domestik bruto di beberapa kawasan ekonomi terkuat seperti AS tumbuh 7,3 persen, zona euro tumbuh 5,5 persen, sementara Inggris tertinggal dengan realisasi 4,8 persen.
Dan Hanson, ekonom Bloomberg mengatakan bahwa ekonomi Inggris melambat sejak kepemimpinan Theresa May karena fokusnya terbagi untuk mengadakan negosiasi dan mewujudkan Brexit.
"Ketidakpastian Brexit telah menyebabkan ekonomi bergerak di jalur lambat. Bulan-bulan terakhirnya di Downing Street akan menentukan apakah ketidakpastian akhirnya terangkat atau akan menjadi tema penentu bagi warisan ekonominya," ujar Hanson.
Pasar tenaga kerja telah menjadi pemain yang menonjol. Jumlah orang dengan pekerjaan telah meningkat hampir 1 juta sejak May menjabat, membawa tingkat pengangguran ke level terendah sejak pertengahan 1970-an.
Menurut Kantor Tanggung Jawab Anggaran, pengawas fiskal pemerintah, pendapatan untuk 0,1 persen masyarakat kaya melonjak hampir 6 persen antara April dan September tahun lalu. Ini memicu kemarahan atas ketimpangan ekonomi.
Disposable incomes atau pendapatan yang dibelanjakan bagi milenial usia 30-an hampir tidak lebih tinggi dari generasi pendahulu mereka di usia yang sama.
Di pasar perumahan, harga yang melonjak selama bertahun-tahun berarti kepemilikan rumah jauh dari jangkauan banyak anak muda.
Seorang pekerja penuh waktu diperkirakan harus membayar hampir delapan kali lipat pendapatan tahunan mereka untuk membeli rumah tahun lalu di London.