Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri bersiap menghadapi dampak dari eskalasi perang dagang China vs Amerika Serikat, berupa ancaman membanjirnya produk impor ke pasar domestik. Efektifkan bea masuk anti-dumping (BMAD) dan safeguard sebagai alternatif tindakan pengamanan?
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyatakan penerapan BMAD terhadap ubin keramik sejak awal kuartal IV/2018 memiliki dampak yang signifikan. Menurutnya, dalam periode Oktober 2017—Maret 2018, kinerja distribusi industri keramik melesat 40% secara tahunan. Adapun, sisi produksi meningkat sekitar 25%.
“Hal itu [BMAD] cukup membantu untuk mendongkrak distribusi untuk produk keramik lokal. [Namun,] dampaknya lebih ke distribusi dan penjualan,” paparnya kepada Bisnis, Senin (13/5/2019).
Asaki sebelumnya melaporkan volume produksi industri keramik secara rata-rata turun 2,2% selama 2015—2017. Asosiasi menemukan bahwa penurunan produktivitas tersebut disebabkan oleh naiknya volume impor secara konsisten selama 2015—2017.
BMAD adalah pungutan terhadap barang impor dumping yang menyebabkan kerugian, yakni kerugian material, ancaman kerugian material atau terhalangnya pengembangan industri di dalam negeri. Tujuannya untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius industri dalam negeri. Pengenaan BMAD dapat mendorong industri dalam negeri merugi serius maupun terancam merugi serius untuk melakukan penyesuaian.
Seperti BMAD, tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measure) adalah tindakan alternatif yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita oleh industri dalam negeri. Bedanya, pengenaan BMAD dilatari lonjakan jumlah barang impor.
Sejak 2008, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mencatat 17 produk yang dikenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) berupa BMAD maupun safeguard. Dari 17 produk itu, sebanyak 9 ragam di antaranya adalah produk pada industri besi dan baja.