Bisnis.com, JAKARTA — India baru saja menetapkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk sakarin atau pemanis buatan asal Indonesia. Hambatan dagang ini mulai diterapkan sejak 1 Mei 2019.
Sakarin asal Indonesia diganjar tarif senilai US$1.633 per ton, sebagai bentuk proteksi terhadap sakarin produksi India. Adapun, India merupakan negara tujuan utama ekspor sakarin Indonesia. Pada tahun lalu, nilai ekspor sakarin RI ke Negeri Bollywood mencapai U$2,32 juta.
Volume ekspor sakarin Indonesia ke India juga terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data UN Comtrade, pada 2014—2015, volume ekspor sakarin RI ke India hanya 421 ton. Namun, angka itu melesat menjadi 543 ton pada 2017—2018. Adapun, pada tahun lalu, total ekspor sakarin Indonesia ke seluruh dunia mencapai 1.876 ton.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa hambatan dagang berupa BMAD membuat kinerja ekspor produk makanan dan minuman (mamin) makin tertekan.
Pasalnya, saat ini hambatan dagang yang dikenakan terhadap produk mamin Indonesia di negara lain masih cukup tinggi.
“Tentu pengenaan BMAD kepada sakarin ini cukup berpengaruh ke ekspor mamin kita. Dampaknya cukup signifikan. Sekarang trennya banyak negara yang makin protektif, terutama terhadap produk mamin. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami,” jelasnya, Rabu (8/5).
Baca Juga
Dia mengatakan, India selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor utama sakarin Indonesia. Meskipun, secara volume tidak terlalu besar, ekspor sakarin cukup menjanjikan lantaran mulai tumbuhnya produsen komoditas itu di Indonesia.
Dia melanjutkan, pengenaan BMAD oleh India terhadap komoditas itu akan memengaruhi kinerja ekspor produk mamin RI ke negara tersebut secara keseluruhan.
Terlebih, selama ini ekspor mamin ke Negeri Bollywood sudah tertekan oleh pengenaan bea masuk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya yang relatif tinggi. CPO dan produk turunannya masuk dalam klasifikasi produk mamin.
Adhi pun berharap agar pemerintah melakukan pemeriksaan dan lobi-lobi khusus baik kepada pemerintah India maupun negara tujuan ekspor mamin lainnya. Pasalnya, selama ini komoditas mamin asal Tanah Air sering kali mengalami hambatan dagang tarif maupun nontarif di berbagai negara.
Adhi mengungkapkan, di sejumlah negara—seperti di kawasan Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin—hambatan tarif yang dikenakan untuk produk mamin RI rata-rata mencapai 30%. Untuk itu, dia berharap supaya pemerintah membentuk tim negosiasi khusus yang menangani perundingan pelonggaran hambatan dagang di luar negeri.
Adapun, seperti dikutip dari surat kabar India, The Hindu, pengenaan BMAD terhadap sakarin asal Indonesia berlaku sampai 5 tahun ke depan atau kurang dari rentang tersebut apabila ditemukan kondisi baru yang membuat BMAD itu dapat dicabut. Pengenaan BMAD itu merupakan hasil usulan dari salah satu perusahaan domestik India yakni Swati Petro Products Ltd.
Dalam proses penyelidikannya, Kementerian Perdagangan India menyimpulkan bahwa harga produk sakarin yang diekspor RI berada di bawah nilai normal. Hal itu dinilai menyebabkan industri dalam negeri mengalami tekanan dan kerugian.
Industri di India selama ini menggunakan produk sakarin asal Indonesia sebagai bahan baku produk mamin, perawatan tubuh, dan obat-obatan.