Bisnis.com, JAKARTA -- DPP Realestat Indonesia (REI) mengatakan rencana pembiayaan pemindahan Ibu Kota yang separuhnya dibebankan kepada swasta harus ada jaminan bahwa ibu kota baru tersebut bakal menguntungkan.
Ketua Bidang Tata Ruang, Kawasan dan Properti Ramah Lingkungan Asosiasi DPP Realestat Indonesia Hari Ganie mengatakan bahwa pihak swasta merasa keberatan atas pembiayaan perpindahan Ibu Kota baru yang dibagi 50:50 APBN dengan swasta tersebut.
"Swasta dapat diajak apabila secara komersial menguntungkan. Namun tawarkan dulu apa keuntungan yang dapat diberikan kepada swasta?" tuturnya pada Bisnis Rabu (8/5/2019).
Misalnya Ibu Kota baru memiliki pasar yang bagus, lanjut Ganie, atau memiliki potensi pasar baru dengan daya beli penduduk bagus, sehingga pertumbuhan Investasi bisa kembali cepat.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada Ibu Kota Baru masih akan lama terjadi. Ganie menuturkan bahwa menciptakan sebuah peradaban tidak semudah membalik telapak tangan atau membangun rumah dengan mudah.
Dia mencontohkan pertumbuhan pembangunan BSD City yang sudah direncanakan sejak tahun 1988. Dengan jangka waktu yang cukup lama BSD baru bisa tumbuh hingga saat ini dengan luas lahan 4.000 hektare dari total 6. 000 hektare lainnya.
Baca Juga
"Perpindahan itu mungkin terjadi dan untuk biaya perpindahan pasti membutuhkan biaya yang sangat banyak dan sulit bekerja sama dengan swasta. Selain karena jarak yang cukup jauh, pasarnya masih belum cukup kuat," tuturnya.
Badan Pertanahan Negara sempat sempat menyinggung bahwa pemerintah menyiapkan lahan 300.000 hektare lahan untuk Ibu Kota Baru. Menurut Ganie, dengan penataan ruang dan tata kota yang baik, bentuk hunian sebaiknya middle rise bulding hingga sekitar 8 lantai.
Apabila ditelaah, pasar properti yang akan dibutuhkan di Ibu Kota baru adalah hunian-hunian untuk para pegawai negri sipil/ ASN. Menurutnya kawasan residensial di Ibu Kota baru nantinya juga akan membutuhkan berbagai fasilitas seperti hiburan, kebutuhan rumah tangga serta pariwisata, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Ibu Kota baru.
"Kita yakin pemerintah akan sangat berat memulai itu. Ini bukan masalah tanah, atau infrastruktur saja. melainkan masalah membangun komunitas dan peradaban, lini usaha, pendidikan untuk anak karyawan, dan lain sebagainya," ujarnya.