Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil investasi atau total nilai manfaat dana haji 2018 mencapai Rp6 triliun meningkat 28% dibandingkan tahun 2017 yang sebesar Rp 4,7 triliun.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam rilis yang dikutip, Sabtu (4/5/2019), menjelaskan nilai manfaat itu akan dialokasikan untuk penyelenggaraan ibadah haji, imbal hasil para calon haji, dan biaya operasional BPKH.
"Nilai manfaat Rp500 miliar sudah didistribusikan kepada calon jemaah haji tunggu mulai Februari 2019," jelas rilis yang diunggah dalam situs resmi BPKH tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan, nilai manfaat tersebut dibagikan kepada sekitar 4,1 juta calon jemaah haji tunggu. Distribusi pada Februari merupakan tahap pertama dari dua tahap pembagian nilai manfaat.
"Besaran distribusi nilai manfaat tahap kedua nilainya ditentukan setelah audit BPK selesai dilakukan," tulisnya.
Sementara dalam perkembangan lain, BPKH merilis layanan virtual account yang bisa digunakan calon jemaah haji tunggu melihat perkembangan dananya. Seperti diketahui calon jemaah haji tunggu saat mendaftar menyetorkan uang Rp25 juta.
"Calon Jemaah haji tunggu yang telah membayar setoran awal sebesar Rp25 juta bisa melihat besaran nilai manfaat yang mereka dapatkan melalui website BPKH di va.bpkh.go.id," paparnya.
Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umroh mengatakna sejauh ini calon jemaah haji yang sudah mendaftar namun masih menunggu giliran keberangkatan telah mencapai 4 juta orang.
Mereka, lanjut Mustolih, tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang keberadaan uang setoran awal pendaftaran yang jumlahnya sebesar Rp25 juta per orang dengan akumulasi dana saat ini telah mencapai Rp114 triliun.
“Kemana saja dana haji tersebut disimpan dan diinvestasikan, bagaimana skema investasinya, berapa imbal hasilnya maupun nilai manfaatnya, berapa besar yang disubsidi kepada jemaah haji yang berangkat lebih dahulu melalui skema dana optimalisasi tidak jelas, karena hanya diketahui oleh kalangan terbatas. Dengan minimnya informasi semacam itu, tentu saja hal ini merugikan dan tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik,” ujar Mustolih, Jumat (8/2/2019).
Terbitnya Undang-undang (UU) No.34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UUPKH) yang memberikan mandat kepada Badan Pengelola Kauangan Haji (BPKH) menurutnya meniscayakan pengelolaan keuangan haji dari hulu sampai hilir secara transparan.
Untuk mencapai hal tersebut, kata Mustolih, BPKH harus segera merealisasikan rekening virtual atau virtual account bagi jemaah haji tunggu. Hal ini merupakan hak yang sangat mendasar sebab merupakan mandat dari UUPKH sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 huruf c.
Terlebih, BPKH melalui beberapa pimpinanya sejak tahun lalu juga telah menjanjikan pemberlakuan rekening virtual akan mulai efektif selambat-lambatnya pada Januari 2019.
“Nyatanya sampai saat ini janji tersebut belum terealisasi. Ini tentu patut disayangkan dan perlu dipertanyakan ada apa dengan BPKH. Profesionalisme kinerja BPKH akan menjadi pertaruhan karena menyangkut kelolaan dana umat yang jumlahnya ratusan triliun rupiah dan terus akan bertambah, terlebih seluruh jajaran BPKH dari pimpinan tertinggi sampai dengan staf terbawah, fasilitas dan kebutuhan operasional dibiayai oleh anggaran yang berasal dari dana calon jemaah,” beber Mustolih.
Dengan adanya rekening maya maka jemaah haji dapat memantau perkembangan dan pergerakan dana saldo awal yang telah disetor ke BPKH baik secara berkala maupun real time. Dengan begitu mereka dapat mengetahui secara detil nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus, pengembalian selisih saldo setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus dari penetapan BPIH dan/atau BPIH Khusus tahun berjalan dan imbal hasil (return) yang diterima.
Mustolih juga mengingatkan agar pembuatan rekening virtual dan cara mengoperasikannya tidak rumit atau berbiaya tinggi. Oleh sebab itu Mustolih menyebut soal sistem yang sederhana dan seefesien mungkin serta dapat diakses dengan teknologi informasi yang mudah dijangkau.