Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Farmasi : Menperin Bilang Masih Prospektif, Ini Penjelasannya

Industri farmasi adalah sektor yang memiliki karakteristik capital intensive, high technology, R&D intensive, heavily regulated, dan fragmented market.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutan pada Peresmian Pelepasan Kontainer Ekspor Ke-3000 dengan tujuan ke negara-negara Eropa, serta Penyerahan Sertifikat Pelatihan Vokasi Mekatronik dari German Indonesian Chamber of Commerce & Industry (Ekonid) untuk PT Bayer Indonesia dan Siswa SMK di Depok, Jawa Barat, 27 Maret 2019. /KEMENPERIN
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutan pada Peresmian Pelepasan Kontainer Ekspor Ke-3000 dengan tujuan ke negara-negara Eropa, serta Penyerahan Sertifikat Pelatihan Vokasi Mekatronik dari German Indonesian Chamber of Commerce & Industry (Ekonid) untuk PT Bayer Indonesia dan Siswa SMK di Depok, Jawa Barat, 27 Maret 2019. /KEMENPERIN

Bisnis.com, JAKARTA - Industri farmasi nasional terus menunjukkan gairah usaha yang sehat sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing global. Hal ini lantaran didukung kebijakan pemerintah yang probisnis melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif serta adanya kemudahan perizinan dan insentif.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pengembangan industri farmasi di Indonesia khususnya sektor yang menghasilkan produk kesehatan masih cukup prospektif. Peluang ini salah satunya dipacu karena adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan jumlah peserta sebanyak 217 juta jiwa.

“Tentu potensi tersebut menjadi kesempatan untuk pengembangan industri farmasi di Indonesia,” ujarnya pada acara pelepasan kontainer ekspor produk kesehatan ke-3000 unit Bayer Indonesia di Cimanggis, Rabu (27/3/2019).

Apalagi, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 menyebutkan, industri farmasi dan bahan farmasi merupakan salah satu sektor manufaktur andalan yang mendapatkan prioritas pengembangan karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional.

“Sebagai sektor andalan masa depan, industri farmasi dan bahan farmasi, akan kami terus dorong pengembangannya melalui berbagai kemudahan dan insentif berupa pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung pemerintah serta bentuk insentif lainnya,” tutur Airlangga.

Hal itu didukung adanya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Regulasi ini menginstruksikan 12 kementerian dan lembaga agar saling bersinergi dan mendukung dalam mendorong kemandirian obat nasional.

“Oleh karena itu, industri farmasi harus terus dipacu untuk ekspansi dan investasi baru. Sebab, untuk menekan impor perlu ada investasi, selain itu bea ekspor produk farmasi ke banyak negara masih nol persen sehingga menjadi potensi besar bagi Indonesia dalam pengembangan sektor ini,” paparnya.

Menperin menambahkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah konsisten untuk meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi defisit melalui substitusi impor. “Pada 2018, sektor nonmigas itu positif, sehingga harus terus digenjot agar sektor nonmigas berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan nonmigas Indonesia pada 2018 surplus. Surplus terjadi karena ekspor nonmigas yang sebesar US$162,81 miliar lebih besar dari impor nonmigas yang mencapai US$158,842 miliar.

“Negara seperti Uni Eropa, Korea, dan Australia tidak mengenakan bea impor untuk produk bio. Itulah yang membuat produk kita kompetitif,” ungkapnya. Apalagi, Indonesia sudah menandatangani CEPA dengan Australia dan EFTA, sehingga Indonesia berkomitmen untuk memperluas akses pasar.

Kemenperin mencatat, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional tumbuh sebesar 4,46%dan memberikan kontribusi industri tersebut terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 2,78% dan terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

“Industri farmasi adalah sektor yang memiliki karakteristik capital intensive, high technology, R&D intensive, heavily regulated, dan fragmented market,” sebutnya. Saat ini, industri farmasi di dalam negeri sebanyak 206 perusahaan, dan didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, serta diikuti sebanyak 24 perusahaan multinasional (MNC) dan 4 perusahaan BUMN.

Industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75 persen kebutuhan obat dalam negeri. “Saat ini, kami sudah punya dirjen khusus yang menangani farmasi. Jadi, sudah seharusnya Indonesia memperkuat industri farmasi, sehingga pemerintah akan kasih sejumlah fasilitas seperti super deductible tax untuk vokasi sebesar 200% dan inovasi 300%.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper