Bisnis.com, BOGOR--Beleid terkait dengan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) disebutkan bakal rilis bersamaan dengan aturan insentif super deductible tax.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pertemuan terakhir dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas terkait rencana harmonisasi PPnBM dan sudah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tidak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan terkait fasilitas super deductible tax untuk vokasi dan inovasi.
"Jadi, paketnya bisa keluar, semua isu sudah dibahas, tinggal diproses. [Nanti] keluarnya bareng," ujarnya seusai peresmian Lab Uji Pelumas milik PT Surveyor Indonesia di Bogor, Senin (18/3/2019).
Namun, Airlangga masih enggan menyebutkan kapan paket beleid baru tersebut dirilis. "Secepatnya," ujarnya singkat.
Setidaknya terdapat empat poin utama dari usulan pemerintah terkait dengan PPnBM, yakni pengaturan PPnBM berdasarkan konsumsi bahan bakar dan emisi Co2 di mana semakin rendah emisi, semakin rendah pajak.
Selanjutnya, pengelompokan kendaraan kendaraan 3.000 cc dan di atas 3.000 cc; tidak membedakan sedan dan non sedan; dan insentif untuk KHB2, hybrid, flexy engine hingga kendaraan listrik.
Aturan tersebut rencananya diterapkan pada 2021 karena pelaku industri membutuhkan masa transisi untuk mempersiapkan produk. Jika diterapkan, perubahan tersebut akan menjadi era baru sektor otomotif nasional karena memasuki era kendaraan lebih ramah lingkungan dengan harga lebih terjangkau berkat insentif.
Adapun, fasilitas yang dinamakan super deductible tax merupakan penambahan faktor pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) di atas 100% sehingga yang dibayarkan badan usaha semakin kecil. Sebelumnya, insentif ini ditargetkan awal Maret 2019 sudah terealisasi.
Penerapan kebijakan super deductible tax disebutkan mendukung inisiatif Making Indonesia 4.0. Pemberian fasilitas bagi para pelaku industri ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0.
Kemenperin telah mengusulkan skema keringanan pajak hingga 200% untuk industri yang berinvestasi untuk pendidikan vokasi, dan 300% bagi yang terlibat dalam kegiatan R&D untuk menciptakan inovasi.
Simulasi pemberian insentif pajak ini, misalnya perusahaan membangun pusat inovasi (R&D) di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp3 miliar selama lima tahun kepada perusahaan tersebut. Jadi bentuk pengurangannya, dari biaya litbangnya dikalikan tiga.
Kemudian, apabila perusahaan menjalin kerja sama dengan sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk memberikan pelatihan dan pembinaan vokasi serta penyediaan alat industri hingga kegiatan pemagangan dengan menghabiskan biaya Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar kepada perusahaan tersebut.
Insentif super deductible tax diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat. Untuk bertransformasi ke era industri digital, dibutuhkan reskilling agar SDM di bidang industri mampu berkompetisi.
Upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu strategi guna menangkap peluang bonus demografi yang dialami Indonesia hingga 15 tahun ke depan. Momentum tumbuhnya jumlah angkatan kerja yang produktif ini diyakini bisa menggenjot kinerja dan daya saing industri manufaktur nasional.
Perusahaan yang ingin mendapatkan insentif pajak dari kegiatan R&D harus memenuhi syarat tertentu, yaitu salah satunya, hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional seperti peningkatan daya saing produk, memacu ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Oleh karena itu, perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah.