Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengakui sulitnya memulai proses digitalisasi di sektor tracking dan truk. Sementara itu, integrasi digitalisasi logistik sangat diperlukan.
Wakil Ketua Aptrindo, Kyatmaja Lookman, menuturkan asosiasinya pernah berupaya membentuk digitalisasi proses tracking melalui platform yang disebut logistik pintar atau lontar. Namun, platform tersebut tidak berjalan dengan baik.
"Para pengemudi tidak melek teknologi, masalah SDM, masalah surat digital, masalah klaim dan kerusakan, kehilangan barang dan lain-lain, " ungkapnya saat Bisnis hubungi, Minggu (10/3/2019).
Setelah peristiwa tersebut terangnya, digitalisasi dilakukan oleh masing-masing perusahaan. "Hampir semua dilakukan secara sendiri-sendiri, kebanyakan poin ke poin," imbuhnya.
Dengan berbagai kendala tersebut, digitalisasi di sektor angkutan barang dia akui cukup berat. Pekerjaan rumah di sektor tersebut masih banyak.
Di sisi lain, Kyat mengakui integrasi digital platform logistik sangat penting, karena menurutnya selama pendekatannya sektoral tidak akan efektif dampaknya.
Baca Juga
"Karena tidak terintegrasi, putus-putus, perlu institusi yang mengintegrasikan, sehingga tak perlu double input," tuturnya.
Dia mencontohkan negara Belanda yang memiliki platform digital logistik satu atap bernama NLIP atau neutral logistics information platform di bawah otoritas pemerintah.Berdasarkan hasil rekapitulasi pemenuhan SPM per semester I/2018, terdapat empat ruas yang belum memenuhi SPM. Perlu diketahui, BUJT diberikan waktu untuk memperbaiki aspek-aspek yang dinilai kurang dalam pemenuhan SPM.
Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Koentjahjo Pamboedi mengatakan penyesuaian tarif diatur dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Dia menyebut evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. "Jalan tol yang penyesuaiannya tahun 2017 otomatis nanti ada penyesuaian 2019," ujarnya belum lama ini.