Bisnis.com, JAKARTA – Sektor real estat masih menjadi pendorong utama dalam properti Hong Kong. Namun, melihat harga rumah mulai terkoreksi, pertumbuhan perekonomian Hong Kong kini jadi makin mendung.
Nilai rumah di pasar perumahan termahal di dunia mencatatkan penurunan hingga 9% dari puncaknya pada Agustus 2018 karena perang dagang antara China dengan Amerika Serikat serta potensi kenaikan suku bunga berpotensi menurunkan kepercayaan diri konsumen untuk membeli hunian.
Konsultan properti, JPMorgan Chase & Co. mengatakan bahwa harga rumah di Hongkong akan mencapai titik terbawahnya pada akhir kuartal I/2019. Sedangkan, konsultan Jones Lang LaSalle (JLL) menyebutkan bahwa penurunan harga akan semakin memburuk dengan proyeksi penurunan harga hingga 15% pada 2019.
Di kota besar yang memiliki pasok lahan sangat ketat, pemerintah Hong Kong mampu menghasilkan sejumlah besar pendapatan dari penjualan lahan kosong. Penjualan tanah adalah kontributor terbesar untuk kas pemerintah Hong Kong pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2018.
Hal itu pula yang membuat pemerintahnya sangat bergantung pada pemasukan dari pasar properti. Laporan Deloitte LLP, seperti dilansir Bloomberg, Selasa (26/2/2019) menyebutkan, dalam anggaran tahun ini, yang baru akan dirilis pada Rabu (27/2), kemungkinan surplusnya akan menyusut hingga 63% pada tahun fiskal 2019, sebagian besar karena penurunan pendapatan dari penjualan lahan.
Menilik ke belakang, ketika virus SARS tersebar di Hong Kong, hal itu berhasil menghancurkan pasar propertinya pada 2003 - 2004, membuat kontribusi penghasilan dari penjualan properti menjadi hanya 3% dan defisit anggraan mencapai lebih dari HK$40 miliar atau setara dengan US$5 miliar.
Baca Juga
Saat ini, dengan hasil penjualan lahan yang mencapai titik tertinggi selama dua dekade, kemungkinan kondisi ini tidak akan bertahan lama lagi.
Penurunan pasar properti juga berpotensi memberikan tekanan lebih dalam pada perekonomian Hong Kong karena membuat para pemilik rumah dan penyewa merasa lebih miskin, terutama karena mengingat nilai rumah yang mereka miliki mengalami penurunan.
Ekonom Oxford Economics Tommy Wu menjelaskan bahwa penurunan pasar properti bisa menjadi rem untuk para konsumen yang ingin membeli hunian.
“Ketika sentimen memburuk karena harga rumah turun, orang-orang akan lebih berhati-hati untuk melakukan konsumsi. Dan ketika nilai properti jatuh, akan ada tekanan lebih lanjut juga pada sektor sewa properti,” ungkap Wu.