Namanya Rini Soemarno, Menteri Negara BUMN, pembantu utama Presiden Joko Widodo. Di balik posisi strategisnya itu, Rini justru lama “dicekal” oleh politisi di DPR. Tak boleh menghadiri rapat-rapat kerja resmi dengan institusi legislatif yang mewakili rakyat. Sejak awal menjabat.
Namun, Rini orang kuat. Bahkan amat kuat. Meskipun banyak pihak berharap Presiden mencopotnya dari kursi panas Menteri BUMN, toh Rini tetap di kursi panasnya. Sampai hari ini.
Gosip dan gunjingan politik, di era Internet dewasa ini, menjadi makanan kita sehari-hari. Jangankan kursi menteri, kursi Presiden pun diperebutkan dengan cara menebar aneka gosip sana-sini. Bahkan banyak yang sukarela menjadi peternak hoax alias informasi palsu.
Namun Rini tidak terpancing. “Saya tidak ingin reaksioner,” begitu kata Rini suatu ketika. Ia tidak ingin reaktif menanggapi berbagai tudingan dari sana-sini. Faktanya, Rini tidak banyak omong. Meski dituding BUMN bangkrut, utangnya menggunung, dan banyak gosip lainnya lagi, Rini cenderung diam.
Rini memang bukan orang sembarangan. Dia pernah memimpin Astra Internasional, yang berhasil keluar dari lubang jarum krisis 1998. Rini juga pernah menjabat Menteri Perdagangan di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Saya mencatat, sejak menjabat Menteri BUMN akhir 2014 silam, Rini tak lepas dari berbagai gunjingan politik. Hampir setiap semester selalu muncul isu reshuffle kabinet, yang didorong-dorong untuk mencopot Rini. Gunjingan dan isu reshuffle baru reda tahun lalu. Sampai akhir 2018, nyaris tidak ada lagi gunjingan soal Rini.
Hari ini, faktanya Rini masih dipercaya oleh Presiden Jokowi mengurus BUMN. Tentu ada “udang” dibalik itu semua. “BUMN harus menjadi global player. Kalau semua BUMN bagus, nggak ada negara lain yang bisa ngalahin,” itulah mimpi yang selalu diyakininya.
Lebih dari itu, dia tidak ingin mewariskan persoalan yang tidak tuntas. “Saya tidak mau ninggalin masalah di bawah karpet,” katanya.
***
Suka tidak suka, BUMN memang selalu menjadi isu seksi. Di masa lalu, BUMN dijuluki sebagai “sapi perah” penguasa dan partai politik.
Kini BUMN kembali hot, karena menjadi ujung tombak percepatan berbagai pembangunan infrastruktur selama 4 tahun terakhir.
Maka, muncullah berbagai gunjingan dan gosip: BUMN diambang bangkrut, terlilit utang, salah urus, proyek infrastruktur yang dibangun BUMN mangkrak, dan berbagai isu lainnya.
Rini memang datang dengan pendekatan yang lain. Korporatisasi terkesan begitu kuat, yang dipadukan dengan peran BUMN sebagai agen pembangunan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Secara korporasi, BUMN juga harus untung.
Yang jelas, kinerja BUMN selama 4 tahun terakhir tak bisa dibilang buruk. Pada tahun 2018 yang baru saja lewat, aset BUMN telah mencapai Rp8.000 triliun lebih. Ini kenaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang ‘hanya’ Rp7.200 triliun.
Lonjakan aset BUMN dari tahun ke tahun bukanlah hoax. Pada tahun 2015 awal, aset BUMN baru mencapai Rp5.700 triliun. Artinya, aset BUMN selama 4 tahun terakhir melonjak Rp2.300 triliun.
Faktanya, BUMN telah menjadi motor percepatan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Aktornya adalah BUMN Karya dan perbankan yang mendanainya.
Sekadar contoh saja, di luar sebagian ruas tol Trans-Jawa, BUMN juga ambil peran besar dalam pengerjaan jalan tol Bakauheni-Palembang sepanjang 380 km yang akan segera berfungsi pertengahan tahun ini.
Proyek tol bagian trans Sumatra itu dibangun mulai dari nol sejak pembebasan lahan mulai kuartal II tahun 2015, dan akan selesai akhir Juni 2019 . “Itu rekor pembangunan jalan tol (tercepat), hanya 4 tahun,” ujar Rini Soemarno.
BUMN Karya juga berperan dalam konsorsium pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek itu diharapkan tuntas pada 2021 mendatang. Saat ini, progress konstruksi telah mencapai 8,2%, dan pembebasan tanah mencapai 90%.
Lahan untuk trase (jalur rel kereta) sudah tersedia 100%, sedangkan sisa yang dalam proses pembebasan adalah untuk fasilitas umum dan stasiun. Kini, bahkan sudah ada satu terowongan di jalur kereta cepat –dari total 13 tunnel—yang hampir selesai.
BUMN juga berperan signifikan dalam pengembangan ekonomi rakyat melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Akumulasi KUR dalam 4 tahun terakhir telah mencapai Rp300-an triliun.
BUMN juga telah membantu pengembangan Badan Usaha Milik Desa. Salah satu contoh adalah pengelolaan Pertashop (SPBU Mini) di banyak daerah, melalui Pertamina. Ditargetkan sampai akhir tahun ini akan terbangun 10.000 Pertashop di seluruh Indonesia.
Di luar itu, Pertamina juga menjadi enabler dalam merealisasikan kebijakan BBM satu harga di seluruh Indonesia, utamanya di Papua dan Indonesia bagian timur.
Selama ini, harga BBM yang terlalu mahal di Papua telah menjadi beban berat bagi mereka, sehingga perekonomian relatif tidak berkembang.
Strategi ini akan menggairahkan aktivitas masyarakat, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Papua. Apalagi didukung pemerataan infrastruktur yang memperbaiki konektivitas dan logistik di pulau paling timur Indonesia tersebut.
Benefit infrastruktur ini juga diperkuat oleh upaya PLN mempercepat ketersediaan energi listrik yang lebih merata. Kini rasio elektrifikasi juga kian meningkat dan sudah melampaui angka 90%, termasuk dengan mengandalkan renewable energi atau energi terbarukan.
***
Di tengah penugasan dan misi membangun negeri, kinerja BUMN justru semakin membaik.
Kinerja BUMN Karya yang mendapatkan banyak sorotan pada umumnya bahkan membaik. Kinerja BUMN perbankan juga kian kinclong. Tiga besar bank BUMN, yakni Bank BRI, Mandiri dan BNI masing-masing membukukan laba Rp32 triliun, Rp25 triliun dan Rp14 triliun pada tahun 2018.
Secara keseluruhan, laba BUMN terus naik. Prognosa laba BUMN pada tahun 2018 diperkirakan melampaui Rp188 triliun, naik tipis dibandingkan laba tahun 2017.
Ekspansi belanja modal (Capex) BUMN tahun lalu memang naik drastis karena perlu bertindak ekspansif dalam investasi. Belanja modal naik drastis dari Rp315 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp487 triliun pada tahun 2018. Strategi ekspansi ini menekan laju kenaikan profitabilitas tahun lalu.
Namun, strategi ini akan semakin memperkuat profitabilitas dalam jangka menengah. Diperkirakan pada 2020, ketika proyek-proyek BUMN sudah banyak on-stream, laba perseroan akan naik signifikan.
Saya ingat pandangan Prof Rhenald Kasali, guru besar manajemen strategi Universitas Indonesia. BUMN janganlah jadi perusahaan malas alias lazy company.
BUMN seyogianya tidak takut melakukan ekspansi yang terukur. Tujuannya bukan cuma akan memperbesar kapasitas, memaksimalkan pembiayaan dan leverage aset. Lebih dari itu, akan memberi nilai tambah lebih besar bagi perekonomian nasional dan masyarakat luas.
Lantas Anda mungkin khawatir dengan beban utang BUMN. Ternyata, “normal-normal” saja. Pada tahun 2015 awal, utang BUMN mencapai Rp1.300 triliun. Selama 4 tahun terakhir, terjadi kenaikan utang BUMN sebanyak Rp1.100 triliun, sehingga total utang BUMN pada akhir 2018 mencapai Rp2.390 triliun.
Utang BUMN itu telah menghasilkan aset produktif dan manfaat ekonomi lebih besar. Contoh kasat mata adalah percepatan infrastruktur strategis lewat tangan-tangan BUMN. Maka, apabila ada yang bilang infrastruktur BUMN bakal mangkrak, rasanya terlalu berlebihan. Pun lebih ngawur lagi jika dibilang infrastruktur yang saat ini dibangun, tidak diperlukan.
Bahkan kita perlu menggunakan paradigma baru: trade follow infrastructure, industry follow infrastructure. Perdagangan dan industri akan berkembang sejalan dengan ketersediaan infrastruktur, bukan sebaliknya.
Akan lebih keren lagi: infrastructure create culture. Peradaban dan perikehidupan yang lebih tertib dan teratur, disiplin, dan lainnya akan terbangun dengan ketersediaan infrastruktur.
Maka, saya nggak percaya kalau ada yang bilang banyak BUMN bangkrut. Utangnya menumpuk. Salah kelola. Lebih nggak percaya lagi, jika ada yang bilang membangun infrastruktur tak ada gunanya. Cuma membebani keuangan negara. Itu sih, bualan mereka yang tak peduli masa depan bangsa.
Nah, bagaimana menurut Anda? (*)
Sumber: Beranda Bisnis Indonesia edisi 15 Februari 2019, halaman 1. Dengan update dan tambahan data.