Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Neraca Perdagangan Januari 2019 Pecahkan Rekor Terburuk

Defisit neraca perdagangan Januari 2019 sebesar US$1,16 miliar menjadi defisit terbesar pada Januari sepanjang catatan Badan Pusat Statistik.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Defisit neraca perdagangan Januari 2019 sebesar US$1,16 miliar menjadi defisit terbesar pada Januari sepanjang catatan Badan Pusat Statistik.
 
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), rentetan defisit ini telah dimulai sejak tahun lalu. Sepanjang 2018, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan per bulan yang nilainya rata-rata hampir di atas US$1 miliar. 
 
Pada November 2018, defisit neraca perdagangan tembus hingga ke level tertinggi sepanjang lima tahun terakhir setelah mencapai US$2,05 miliar.
 
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan defisit yang cukup tinggi pada Januari 2019 dipicu oleh ekspor non migas yang masih tertekan, ditambah dengan penurunan ekspor migas pada awal tahun ini. Dia menyadari permintaan ekspor terkendala oleh adanya perlambatan ekonomi, perang dagang, hingga penurunan harga komoditas. 
 
"Perekonomian global secara umum agak gloomy. Pertumbuhan China menurun, AS juga mengalami penurunan, dan ada harga komoditas yang menurun akan membuat tantangan pada 2019 semakin besar," papar Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jumat (15/2/2019).
 
Sepanjang tahun ini, dia melihat pergerakan harga dan pemintaan komoditas ekspor Indonesia seperti batu bara, CPO, karet perlu diwaspadai. Pasalnya, penurunan harga maupun volume ekspor ketiga komoditas itu sangat berpengaruh sejak tahun lalu. 
 
Volume ekspor batu bara meningkat 14,36%, tetapi harganya turun 7,76%. Demikian pula CPO, yang secara volume meningkat 23,77%, tetapi harganya turun 13,59%.

Sementara itu, volume ekspor karet turun 8,8% dan harganya juga jatuh hingga 7,56%. 
 
Namun, BPS berharap komoditas lain dapat memberikan kontribusi lebih di tengah kondisi saat ini. Salah satunya adalah industri pengolahan yang dapat lebih digenjot untuk memenuhi pasar ekspor, seperti makanan dan minuman, tekstil, serta kulit. 
 
"Potensi Indonesia sebenarnya besar karena produk kita beragam,' ungkap Suhariyanto. 
 
Selain itu, dia meyakini perbaikan regulasi terkait ekspor dari sisi pemerintah harus tetap dijalankan agar pertumbuhan ekspor tidak tertekan. 
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper