Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan produk industri rantai pendingin diproyeksikan tumbuh hingga 12% pada tahun ini yang didorong peningkatan ekspor produk bernilai tambah serta pangsa pasar domestik yang besar.
Ketua Umum Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) Hasanuddin Yasni menjelaskan lini industri rantai pendingin paling bergairah saat ini adalah reefer truck (truk berpendingin) dan modern cold-logistics.
Kedua lini tersebut diproyeksikan tumbuh seiring lebih variatifnya ekspor hasil perikanan, berupa produk ready to cook dan ready to eat. Peningkatan nilai tambah produk tersebut, kata, Hasanuddin membuat keperluan rantai pendingin dari penangkapan ikan hingga menjadi produk akhir turut meningkat.
"Penjualan reefer truck diprediksi masih dapat tumbuh dua digit sekitar 12% dan produksi cold-logistics 5–6%," ujarnya Bisnis, Rabu (13/2/2019).
Dia menuturkan asosiasi telah memberikan masukan secara bertahap kepada pemerintah mengenai rencana dan rancang bangun infrastruktur rantai pendingin untuk mengembangkan industri tersebut. Salah satu poin dalam masukan tersebut adalah pengembangan industri manufaktur rantai pendingin.
Menurutnya, pemerintah harus berkomitmen untuk mendorong indutsri dalam negeri agar dapat memproduksi komponen mesin rantai pendingin. "Setidaknya 10 tahun ke depan Indonesia sudah dapat memproduksi sendiri suku cadang dari mesin-mesin utama yang hingga kini diimpor secara utuh."
Berdasarkan data ARPI, jumlah suku cadang impor saat ini masih mencapai 85%. Adapun, jika dilihat dari total nilai bangunan cold storage (gudang beku), alat-alat bangunan, dan mesin pendingin, komponen impor tercatat 70%.
"Hanya di insulated panel [dinding cold room], manufaktur lokal sudah dapat suplai 50% dari kebutuhan nasional walau bahan baku dan chemical-nya masih impor," ujar Hasanuddin.
Dia mengatakan pengembangan industri rantai pendingin dalam negeri dapat mendorong ekspor hasil perikanan yang saat ini sudah dinilai baik, salah satunya oleh Jepang. Jepang merupakan salah satu pasar ekspor utama perikanan Indonesia, selain Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Letak geografis Jepang yang lebih dekat membuat eksportir seafood nasional melirik negeri matahari terbit tersebut. Namun saat ini, menurut Hasanuddin, eksportir tersaingi Vietnam dan Thailand yang letak geografisnya lebih dekat ke Jepang.