Bisnis.com, JAKARTA — Kantor Wakil Presiden RI memastikan akan membantu para investor untuk memahami aturan Jaminan Produk Halal.
Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Ekonomi dan Keuangan menuturkan Kantor Wakil Presiden RI akan memfokuskan agar dunia usaha dapat memahami isi kebijakan yang akan diberlakukan di Indonesia setelah peraturan pemerintahnya terbit.
"Untuk membantu masyarakat dan dunia usaha memahami isi kebijakan ini, tim berencana melakukan sosialisasi dan mentranslasi seluruh regulasi dalam bahasa Inggris, dan bahasa lainnya," kata Wijayanto, Rabu (30/1/2019).
Dia juga menegaskan tim yang berfokus pada kelancaran penerapan aturan ini juga tengah menyiapkan buku pintar yang memungkinkan siapa saja baik muslim maupun non muslim dapat memahami inti dari regulasi ini.
"Buku pintar 'Jaminan Product Halal for Dummy' juga sedang disusun untuk mempermudah pemahaman," katanya.
Dia menegaskan, kantor Wapres ikut memfasilitasi karena sangat concern dengan isu halal. Aturan ini juga akan berdampak pada dunia usaha yang mewakili 30%-40% ekonomi nasional.
Sebelumnya Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Erick Tohir menegaskan Indonesia harus menjadi pemain utama Industri halal dunia.
"Dari data ekonomi, kita itu nomor satu di dunia untuk konsumsi barang halal," jelasnya mengacu pada data State of the Global Islamic Economy Report 2018/19.
Di dalam rilis tersebut, Indonesia berhasil menduduki 10 besar indeks Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dengan skor 45, sama dengan Brunei. Negara dengan skor GIEI tertinggi berturut-turut di atas Indonesia, yaitu Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Arab Saudi, Oman, Jordan, Qatar, Pakistan, dan Kuwait.
Terdapat 6 aspek indikator GIEI yang dinilai, yaitu Makanan Halal, Keuangan Syariah, Pariwisata Halal, Mode Busana Halal, Media dan Hiburan Halal, serta Obat-obatan dan Kosmetik Halal.
Dari 6 aspek tersebut, Indonesia hanya berhasil mendapatkan peringkat terbaik di urutan ke-2 dalam aspek Mode Busana Halal, peringkat ke-4 aspek Pariwisata Halal, dan peringkat ke-10 aspek Keuangan Syariah.
Padahal seperti yang diungkapkan Erick, dalam riset tersebut dijelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi konsumsi Makanan Halal nomor satu dengan total pengeluaran US$170 Miliar per tahun. Tetapi Indonesia justru tidak masuk 10 besar produsen makanan halal.
Produsen makanan halal justru didominasi oleh UEA, Malaysia, Brazil, Oman, Jordan, Australia, Brunei, Pakistan, Sudan, dan Qatar di urutan 10 besar
"Kita itu nomor satu [dari sisi konsumen]. Kenapa tidak dibalik? Kita ini kurang lebih 260 juta [penduduk]. Marketnya jelas, kenapa mesti market-nya kita diambil asing. Ayo dong, anak-anak muda Indonesia, hijrah jadi produsen," ujar Erick.
Oleh karena itu, pria kelahiran Jakarta, 30 Mei 1970 ini mendorong anak muda memanfaatkan tren yang ada sebagai sarana termudah mendorong diri berproduksi. Contohnya, tren fesyen hijab untuk mengoptimalkan lagi aspek Mode Busana Halal.
Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Ekonomi dan Keuangan menuturkan Kantor Wakil Presiden RI akan memfokuskan agar dunia usaha dapat memahami isi kebijakan yang akan diberlakukan di Indonesia setelah peraturan pemerintahnya terbit.
"Untuk membantu masyarakat dan dunia usaha memahami isi kebijakan ini, tim berencana melakukan sosialisasi dan mentranslasi seluruh regulasi dalam bahasa Inggris, dan bahasa lainnya," kata Wijayanto, Rabu (30/1/2019).
Dia juga menegaskan tim yang berfokus pada kelancaran penerapan aturan ini juga tengah menyiapkan buku pintar yang memungkinkan siapa saja baik muslim maupun non muslim dapat memahami inti dari regulasi ini.
"Buku pintar 'Jaminan Product Halal for Dummy' juga sedang disusun untuk mempermudah pemahaman," katanya.
Dia menegaskan, kantor Wapres ikut memfasilitasi karena sangat concern dengan isu halal. Aturan ini juga akan berdampak pada dunia usaha yang mewakili 30%-40% ekonomi nasional.
Sebelumnya Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Erick Tohir menegaskan Indonesia harus menjadi pemain utama Industri halal dunia.
"Dari data ekonomi, kita itu nomor satu di dunia untuk konsumsi barang halal," jelasnya mengacu pada data State of the Global Islamic Economy Report 2018/19.
Di dalam rilis tersebut, Indonesia berhasil menduduki 10 besar indeks Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dengan skor 45, sama dengan Brunei. Negara dengan skor GIEI tertinggi berturut-turut di atas Indonesia, yaitu Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Arab Saudi, Oman, Jordan, Qatar, Pakistan, dan Kuwait.
Terdapat 6 aspek indikator GIEI yang dinilai, yaitu Makanan Halal, Keuangan Syariah, Pariwisata Halal, Mode Busana Halal, Media dan Hiburan Halal, serta Obat-obatan dan Kosmetik Halal.
Dari 6 aspek tersebut, Indonesia hanya berhasil mendapatkan peringkat terbaik di urutan ke-2 dalam aspek Mode Busana Halal, peringkat ke-4 aspek Pariwisata Halal, dan peringkat ke-10 aspek Keuangan Syariah.
Padahal seperti yang diungkapkan Erick, dalam riset tersebut dijelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi konsumsi Makanan Halal nomor satu dengan total pengeluaran US$170 Miliar per tahun. Tetapi Indonesia justru tidak masuk 10 besar produsen makanan halal.
Produsen makanan halal justru didominasi oleh UEA, Malaysia, Brazil, Oman, Jordan, Australia, Brunei, Pakistan, Sudan, dan Qatar di urutan 10 besar
"Kita itu nomor satu [dari sisi konsumen]. Kenapa tidak dibalik? Kita ini kurang lebih 260 juta [penduduk]. Marketnya jelas, kenapa mesti market-nya kita diambil asing. Ayo dong, anak-anak muda Indonesia, hijrah jadi produsen," ujar Erick.
Oleh karena itu, pria kelahiran Jakarta, 30 Mei 1970 ini mendorong anak muda memanfaatkan tren yang ada sebagai sarana termudah mendorong diri berproduksi. Contohnya, tren fesyen hijab untuk mengoptimalkan lagi aspek Mode Busana Halal.