Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Goldman Sachs: Ekonomi China akan Stabil Tanpa Stimulus Agresif

Goldman Sachs mengatakan perekonomian China kemungkinan akan stabil pada paruh kedua tahun 2019 tanpa kebutuhan stimulus yang agresif.
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Goldman Sachs mengatakan perekonomian China kemungkinan akan stabil pada paruh kedua tahun 2019 tanpa kebutuhan stimulus yang agresif.

“Kami rasa tidak akan ada stimulus dengan jumlah agresif. Tapi kami memperkirakan adanya stabilisasi dalam ekonomi China seiring berjalannya tahun 2019,” ujar Kepala Ekonom Goldman Sachs Group Inc. Jan Hatzius kepada Bloomberg Television.

Laporan Biro Statistik Nasional China (NBS) pada Senin (21/1/2019) mengungkapkan produk domestik bruto (PDB) China naik 6,4% pada kuartal IV/2018 dari tahun sebelumnya.

Pertumbuhan itu menjadi laju paling lamban sejak krisis keuangan 2009, juga lebih rendah dari pertumbuhan sebesar 6,5% pada kuartal sebelumnya.

Sepanjang tahun 2018, pertumbuhan ekonomi China memperlihatkan kondisi perlambatan yang sama dengan pada 1990. Biro Statistik Nasional China mengumumkan ekonomi China tumbuh 6,6% secara tahunan sepanjang 2018. 

Kondisi tersebut serta merta mendorong ekspektasi stimulus tambahan dari pemerintah Tiongkok setelah melancarkan serangkaian langkah demi langkah, mulai dari pemangkasan pajak hingga langkah-langkah untuk meningkatkan pinjaman.

Meski China terkunci dalam perang dagang yang bersifat merugikan dengan Amerika Serikat (AS), Hatzius mengaitkan perlambatan tersebut pada dorongan kebijakan pemerintah untuk membatasi tingkat utang secara keseluruhan.

“Pendorong yang paling penting sebenarnya adalah perlambatan kredit dan kekhawatiran tentang ketidakseimbangan keuangan dari pihak pembuat kebijakan yang membuat mereka melancarkan kebijakan yang lebih ketat,” lanjut Hatzius.

“Bagi kami, itu adalah faktor penggerak utama pada arah yang negatif pada 2018, mungkin akan ke arah yang sedikit lebih positif pada 2019,” tambahnya.

Namun dia juga memperingatkan risiko terhadap sentimen dan investasi akibat perang dagang, mempertimbangkan negosiasi antara AS dan China yang belum juga tuntas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper