Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengestimasi kuota tangkapan dan ekspor ikan napoleon dari alam serta dua sentra budi daya (ranching) yakni di Kab. Anambas dan Kab.Natuna di Kepulauan Riau tahun ini tidak akan berbeda jauh dari tahun depan.
Kepala Seksi Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar Direktorat Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Daniwari menyebutkan, berdasarkan rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Indonesia berpotensi mengekspor 15.000 ekor ikan napoleon dari hasil budi daya.
“Untuk 2019, itu rekomendasi LIPI ketat, sama dengan 2018 [sebanyak] 15.000 ekor,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (15/1).
Menurutnya, rekomendasi ini dilakukan berdasarkan pertimbangan ilmiah dari LIPI demi menjaga kelestarian sumber daya alam ikan karang ini.
Sementara itu, untuk rekomendasi tangkapan dan ekspor ikan napoleon dari alam pada tahun ini masing-masing sebanyak 2.000 ekor dan 1.800 ekor.
Dani menuturkan, pada 2018, kuota ekspor napoleon hasil ranching sepanjang 2018 sebanyak 15.000 ekor mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 40.000 ekor.
Kendati demikian, realisasi ekspor sepanjang tahun lalu hanya mencapai 10.000 ekor, sedangkan realisasi ekspor napoleon alam tercatat mencapai 1.800 ekor atau sama dengan kuota tangkapannya.
Adapun, daerah penangkapan napoleon alam di Indonesia antara lain Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.
Seperti diketahui, ikan karang berukuran besar hingga mencapai 2 meter dengan bobot maksimal 190 kilogram per ekor itu masuk dalam Apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Cites).
Hewan-hewan dalam apendiks II Cites belum tergolong dalam kategori menghadapi kepunahan, tetapi berpotensi punah jika perdagangannya terus berlanjut.
Untuk itu, baik penangkapan maupun ekspor ikan ini membutuhkan kuota yang ditetapkan tiap tahunnya oleh pemerintah melalui KLHK. Selain itu, ada pula restu dari Cites yang juga dianggap penting dalam penentuan kuota tangkapan dan ekspornya.