Bisnis.com, JAKARTA – Keseluruhan volume transaksi real estat Asia Pasifik sepanjang 2019 diperkirakan naik 5% meskipun laju pertumbuhannya melambat.
Head of Capital Markets JLL Asia Stuart Crow mengatakan, meihat siklus perekonomian selama sedekade, investor melakukan persaingan dalam risiko ekonomi makro dan ketidakpastian geopolitik seperti kenaikan suku bunga, perang dagang AS dan China, dan Brexit.
“Dengan latar belakang tersebut, sektor real estat terus menarik perhatian sebagai salah satu aset lindung nilai untuk investasi, dengan keuntungan diversifikasi portofolio dan imbal hasil yang cukup tinggi dibandingkan dengan aset lain,” papar Crow, dikutip dari keterangan resmi, Rabu (16/1).
Namun, dengan siklus perekonomian belakangan ini, investor akan lebih selektif dan lebih disiplin untuk keluar masuk dalam berinvestasi karena akan lebih sulit mencari aset alternatif dengan penghasilan yang setara.
Di Asia Pasifik, permintaan real estat akan terdorong oleh fundamental demografis. Populasi urban diperkirakan akan melampaui 400 juta orang pada 2027, sementara populasi usia 65 ke aras akan naik hingga 146 juta orang dalam 10 tahun ke depan.
Pada 2021, pasar dagang elektronik diproyeksi akan bertumbuh mencapai US$1,6 triliun. Head of Research JLL Indonesia James Taylor menuturkan, minat investor masih tinggi pada 2019.
Baca Juga
“Kantor dan pasar ritel masih ketat, yang paling aman saat ini bagi investor adalah untuk bergabung dengan grup lokal. Pengembangan infrastruktur MRT dan LRT mendatang menghadirkan peluang baru bagi investor,” ungkap Taylor.