Bisnis.com, JAKARTA--Masalah sampah plastik, daya konsumsi, dan perubahan gaya hidup masyarakat menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kemasan dalam negeri pada tahun ini. Kendati demikian, sektor kemasan diproyeksikan masih bisa tumbuh 5%--6%.
Hengky Wibawa, Ketua Federasi Pengemasan Indonesia, mengatakan bisnis industri kemasan pada 2019 diproyeksikan tidak jauh beda dengan kondisi 2--3 tahun terakhir yang hanya tumbuh single digit.
"Tahun ini pertumbuhan tetap ada, tetapi enggak bisa tinggi, sekitar 5%--6% karena perubahan gaya hidup dan saat ini yang menjadi hot topic, yaitu masalah sampah plastik," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (10/1/2019).
Seperti diketahui, belakangan ini masalah sampah plastik kembali menghangat. Beberapa wilayah di Indonesia telah menerapkan kebijakan pelarangan kantong plastik.
Selain itu, pemerintah juga berencana mengenakan cukai pada produk plastik untuk mengurangi dampak negatif ke lingkungan. Rencana ini, ditentang oleh industri plastik karena dinilai bakal memberatkan industri ke depan dan tidak menjadi solusi efektif.
Ketidak pastian ini, diperkirakan juga akan berdampak pada industri kemasan plastik. "Saya kira hal ini juga pengaruh ke pertumbuhan," ujar Hengky.
Konsumsi masyarakat terhadap produk consumer goods juga menjadi faktor yang mempengaruhi tren bisnis kemasan. Pada tahun ini, lanjutnya, memang terdapat agenda besar 5 tahunan, yaitu pemilihan umum.
Menurut Hengky, biasanya menjelang pemilu terjadi pengeluaran masyarakat untuk produk makanan dan minuman yang cukup besar. Namun, melihat kondisi industri kemasan yang beberapa tahun ini melambat, pemilu tahun ini diragukan bisa mengerek kinerja.
Saat ini, jenis kemasan yang banyak dibutuhkan juga bergeser seiring perubahan gaya hidup masyarakat dari mengonsumsi makanan yang dikemas, seperti mi instan atau snack, menjadi makanan siap saji. Permasalahan terjadi ketika pabrikan kemasan belum memenuhi teknologi kemasan untuk makanan siap saji.
"Oleh karena itu, kami gencar mengadakan seminar bahwa industri kemasan ada perubahan [permintaan]. Ke depan, order kemasan bukan dalam jumlah besar, tetapi kecil-kecil dan butuh teknologi khusus," jelasnya.
Pada tahun babi tanah, Hengky meyakini nilai pasar industri kemasan bisa tembus Rp90 triliun. Sepanjang 2017, nilai industri ini sekitar Rp87 triliun. Adapun, kemasan fleksibel masih mendominasi permintaan pada tahun ini, walaupun cenderung terdapat pergeseran permintaan ke kemasan makanan siap saji.