Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Persaingan Usaha, Aturan Baru Diharapkan Sesukses di Negara Maju

Rancangan Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang merupakan revisi dari UU No. 5/1999 diharapkan sesukses penerapan di negara maju.
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./Bisnis.com
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang merupakan revisi dari UU No. 5/1999 diharapkan sesukses penerapan di negara maju. Beleid ini diharapkan memastikan persaingan usaha di Indonesia tetap sehat.

Azam Azman Natawijana, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, menuturkan revisi aturan persaingan usaha ini mengadopsi praktik yang sukses di Jerman hingga Jepang. Di negara maju itu, tuturnya, pengawasan dimulai praaksi korporasi.

"Dalam beleid ini kalau tobat lalu melaporkan [praktik persaingan tidak sehat] dapat keringanan. Namun, kalau telat melaporkan dan ketahuan, akan kena denda hingga 100%," kata Azam di Jakarta pada Rabu (9/1/2019).

Dia menyebutkan revisi aturan persaingan usaha ini, selain memperkuat peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), juga memperkenalkan sejumlah instrumen baru.

Azam mencontohkan KPPU dapat menelisik kecurangan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia meski keputusan dibuat di luar wilayah hukum Indonesia.

Selain itu, RUU ini memberi kewenangan pada wasit persaingan usaha untuk menerapkan denda maksimal berdasarkan persentase nilai transaksi tidak sehat. "Juga memberi kewajiban pada perusahaan untuk melaporkan pada tahapan pramerger.”

Revisi beleid pengawasan persaingan usaha dilakukan sejak 2016. Sejumlah pasal dalam rencana revisi aturan telah melewati perdebatan yang panjang sebelum akhirnya disetujui oleh pemerintah dan DPR menjadi draf final.

Pada pekan depan rancangan final beleid akan ditetapkan oleh Panitia Kerja antara DPR dan pemerintah untuk kemudian ditetapkan oleh rapat paripurna DPR. Aturan ini diharapkan akan rampung dan meminta persetujuan Presiden pada akhir bulan ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper