Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakistan Digadang-gadang Jadi Tulang Punggung Baru Ekspor CPO Indonesia

Permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Pakistan diprediksi terus meningkat sehingga mampu menjadi harapan baru bagi ekspor komoditas andalan Indonesia itu pada 2019.
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA — Permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Pakistan diprediksi terus meningkat sehingga mampu menjadi harapan baru bagi ekspor komoditas andalan Indonesia itu pada 2019.

Ketua Bidang Perdagangan dan Promosi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Master P. Tumanggor mengatakan, permintaan CPO dari Pakistan terus menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan sepanjang tahun lalu.

Menurutnya, kenaikan ekspor CPO ke Pakistan setidaknya dapat mengompensasi seretnya permintaan dari India akibat tingginya bea masuk dan dari Uni Eropa yang melakukan kampanye negatif terhadap sawit Indonesia.

“Pakistan ini sangat menjanjikan permintaannya. Mereka punya karakter pasar yang hampir serupa dengan India. Meskipun dari segi volume belum dapat mengalahkan India, setidaknya permintaan Pakistan menjadi titik cerah bagi ekspor CPO,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (7/1/2018).

Dia pun berharap Indonesia melakukan perjanjian dagang berbentuk preferential trade agreement (PTA) dengan India, serupa dengan yang dilakukan pada Pakistan.

Pasalnya, berkaca pada kebijakan India yang memangkas bea masuknya atas produk CPO asal Malaysia melalui kerangka MICECA, tarif impor CPO Malaysia oleh India diturunkan dari 44% menjadi 40%.  Kebijakan itu mulai berlaku pada 1 Januari 2019.

“Kebijakan India kepada Malaysia itu saja berhasil mengerek harga CPO global selama sepekan lalu. Maka dari itu, jika Indonesia bisa meniru langkah Malaysia dengan membentuk kerja sama dengan India, ekspor dan harga CPO jelas akan meningkat lagi.”

Adapun, berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia, harga CPO global menguat 2,4% secara mingguan pada pekan lalu, sebelum akhirnya melemah 0,05% menjadi 2.171 ringgit/ton pada Senin (7/1).

Sementara itu,  berdasarkan data Gapki, pada November 2018 Pakistan mencatatkan rekor pembelian minyak sawit terbanyak sepanjang sejarah dengan mencapai 326.410 ton atau naik 32% dibandingkan Oktober.

Dalam keterangan resminya, Gapki menyebutkan harga minyak sawit yang murah dan kebijakan pengisian stok CPO oleh Pakistan menjadi faktor utama pendorong naiknya impor komoditas itu oleh Pakistan.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, langkah RI  yang berupaya meningkatkan kerja sama dagangnya melalui proses peninjauan dan peningkatan manfaat dari PTA  dengan Pakistan diyakini akan membuat perdagangan CPO antarkedua negara menjadi semakin besar.

“Pakistan memiliki penduduk yang banyak dan CPO merupakan salah satu minyak utama yang digunakan dalam produk makanan, rumah tangga, dan industri lainnya. Dengan demikian, sangat penting bagi Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pemberlakuan PTA yang sedang ditinjau bersama dan juga mengakselerasi PTA menjadi free trade agreement [FTA],” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Iman Pambagyo mengatakan, saat ini proses peninjauan dan peningkatan kerja sama dagang antara Pakistan dan Indonesia terus berjalan.

Dia mengatakan, proses peninjauan ditargetkan akan selesai pada tahun ini setelah mulai proses peninjauan pada 2016.

“Targetnya tahun ini. Pakistan sempat keberatan karena surplus kita cukup besar selama menjalin PTA dengan mereka. Maka dari itu, mereka minta tambahan beberapa konsesi atas produk mereka ke Indonesia. Kerja sama dengan Pakistan ini penting karena membantu ekspor CPO kita lantaran bea masuk 0% yang mereka terapkan,” jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan data Gapki, ekspor ke negara-negara Timur Tengah juga membukukan kenaikan pada November 2018. Pada periode tersebut ekspor ke awasan Timur Tengah naik 31% menjadi 157.810 ton dari 120.200 ton pada Oktober 2018. 

Pada periode yang sama, India juga mencatatkan kenaikan pembelian CPO sebanyak 3% dari Oktober menjadi 711.310 pada November 2018.

Sebaliknya, ekspor CPO ke sejumlah negara tujuan ekspor utama turun. Salah satunya ke China yang turun 20%, Uni Eropa turun 21%, dan Amerika Serikat turun 10%. Berdasarkan analisis Gapki, penurunan ekspor ke negara-negara  tersebut disebabkan oleh masih tingginya stok minyak nabati di dalam negeri mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper