Bisnis.com, JAKARTA--Jumlah penonton bioskop yang terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, membuat bisnis bioskop menjadi industri yang menjanjikan untuk dikembangkan. Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebutkan, pada 2015 jumlah penonton bioskop Indonesia hanya mencapai 16,2 juta penonton. Namun, jumlah itu meningkat hampir lima kali lipat pada 2018, dengan mencapai 52,5 juta penonton.
Tak heran apabila hingga 2018, jumlah layar yang ada di Indonesia mencapai 1.680 layar atau tumbuh dari 1.412 layar pada 2017. Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan, jumlah layar tersebut berpotensi terus berkembang secara pesat pada 2019. Mengingat pertumbuhan industri perfilman dan minat penonton Tanah Air terus menunjukkan tren positif.
“Kami perkirakan untuk jumlah layar akan tumbuh sekitar 20%-30% pada tahun ini. Prospek industri bioskop sangat besar saat ini, terlebih makin banyak pemain di bisnis ini,” jelasnya, Rabu (2/1/2019).
Djonny mengatakan, banyaknya pemain di bisnis tersebut salah satunya didorong oleh kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 44/2016 yang membuka 100% investasi sektor perfilman untuk investor asing.
Terbaru, Lotte Cinema Multilplex yang digawangi oleh investor asal Korea Selatan, telah menjelajahi pasar perbioskopan RI mulai tahun lalu. Menurutnya, perusahaan tersebut menargetkan akan membuka dua bioskop baru pada 2019, setelah pada 2018 membuka satu bioskop.
Kehadiran perusahaan itu akan menambah korporasi besar di sektor bioskop yang telah ada, seperti Cinema 21, CGV, Cinemaxx, New Star Cineplex, Platinum Cineplex dan Movimax. Di luar korporasi besar, terdapat pemilik bioskop independen yang memiliki bioskop terbatas.
Baca Juga
Adapun, dalam hal berekspansi, Djonny berujar bahwa para pengelola bioskop akan lebih banyak menyasar kawasan nonJabodetabek. Selain karena mulai banyaknya jumlah bioskop di kawasan Jabodetabek, para pebisnis sektor tersebut mulai membaca bahwa daerah nonJabodetabek memiliki potensi pasar yang belum tergarap secara maksimal.
“Segmentasi penonton di nonJabodetabek ini juga lebih beragam, dan kecenderungannya lebih menggemari film-film buatan dalam negeri. Tentu ini peluang tersendiri, karena industri film nasional juga sedang tumbuh signifikan,” jelasnya.
Hal itu diamini oleh Manael Sudarman, Head of Sales and Marketing CGV Cinemas. Dia mengatakan bahwa pada tahun ini, merek bioskop yang dimiliki oleh PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) itu akan melebarkan sayapnya di daerah nonJabodetabek, atau yang disebutnya dengan tier II.
“Kami melihat untuk area Jakarta dan sekitarnya, petumbuhan pusat perbelanjaan tidak lagi banyak, dan mereka mulai menyasar daerah nonJabodetabek, sehingga kami pun juga akan berekspansi dan bergerak ke daerah-daerah tier II,” ujarnya.
CGV, lanjutnya, menargetkan dapat membuka 100 bioskop baru hingga 2020. Adapun, hingga 2018, korporasi tersebut telah memiliki 57 bioskop dengan jumlah layar mencapai 349 buah.
Manael mengatakan, pada 2019, perusahaannya juga menargetkan dapat membuka dua bioskop yang bangunannya akan berdiri sendiri atau terpisah dari pusat perbelanjaan. Hal ini merupakan terobosan baru bagi perusahaan tersebut, yang selama ini lokasinya selalu berada di dalam pusat perbelanjaan.
“Kami melihat, bioskop saat ini menjadi wahana berkunjung baru bagi publik yang tidak harus menjadi kesatuan dengan mal atau pusat perbelanjaan. Terlebih, data kami menunjukkan di beberapa lokasi, bioskop menyumbang hampir 40% dari total kunjungan mal atau pusat perbelanjaan tersebut,” jelasnya.
Ekspansi yang masif pun juga dilakukan oleh PT Nusantara Sejahtera Raya yang mengelola jaringan bioskop Cinema 21. Corporate Communication Cinema 21 Catherine Keng mengatakan, pada 2019, perusahaannya akan menambah 200—250 layar. Target tersebut akan menambah jumlah layar Cinema 21 yang telah mencapai 1.045 layar pada 2018 lalu.
“Target itu kami sesuaikan dengan pertumbuhan jumlah penonton di bioskop kami yang kami proyeksikan tumbuh 10% dari 2018,” katanya,