Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perdagangan akan mempertimbangkan aturan WTO dalam mencantumkan unsur penggunaan produk dalam negeri dalam aturan perdagangan elektronik (dagang-el).
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan I Gusti Ketut Astawa mengatakan unsur penggunaan produk dalam negeri merupakan pembahasan penting dalam internal Kementerian Perdagangan.
Sebelumnya otoritas perdagangan mempunyai rencana untuk menetapkan aturan yang sama seperti ritel modern, yakni mewajibkan untuk memasarkan 80% produk dalam negeri yang mana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 70 Tahun 2013.
"Namun, dikarenakan ada aturan World Trade Organization [WTO], kami akan mempertimbangkannya lagi," katanya kepada Bisnis.com, Jumat (28/12/2018).
Dia menjelaskan, penerapan kewajiban untuk menjual produk dalam negeri dapat dijadikan sebagai alasan negara lain untuk mengadukan Indonesia ke pengadilan arbitrase WTO.
Adapun, katanya, jika Indonesia kalah dan terbukti menciptakan kesenjangan antara pelaku usaha lokal dan asing, maka aturan tersebut bisa dicabut dan pemerintah diminta menggantirugi.
Baca Juga
"Makanya itu kita harus hati-hati sekali. Kita lagi mencari bahasa yang tepat agar tidak kalah di WTO," tuturnya.
Ketut menegaskan, Kemendag tetap akan mengupayakan agar perdagangan elektronik atau e-commerce juga menjadi salah satu sektor pendukung penguatan produk dalam negeri.
Pasalnya, pertumbuhannya yang cukup pesat dapat digunakan sebagai momentum untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.
Hanya saja, Ketut berharap kepedulian untuk menggunakan prdoduk dalam negeri harusnya timbul dari masyarakat, sehingga produk dalam negeri bisa digencarkan tanpa aturan.
"Contohnya, Korea dan Jepang. Otoritas perdagangan mereka tidak pernah mengatur porsi kewajiban untuk menjual produk dalam negeri, tetapi masyarakat disana memang sudah bangga dengan produk dalam negerinya sehingga produk luar manapun tidak mudah masuk. Sebenarnya kita juga mau seperti itu," jelasnya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah tidak perlu ragu dalam menetapkan kewajiban penjualan produk dalam negeri dalam Permendag-nya.
Menurutnya, jika aturan selama ini masih belum cukup melindungi pelaku UMKM lokal dari serbuan barang impor, maka idealnya ada hambatan tarif atau non tarif seperti kewajiban menjual produk dalam negeri di perdagangan elektronik.
"Pemerintah hanya perlu berkonsultasi dengan ahli WTO cara untuk melindungi market dalam negeri," katanya.
Lagipula menurut Bhima, dalam artikel WTO ke-21 disebutkan bahwa negara mempunyai hak untuk menaikan tarif maupun menerapkan hambatan non-tarif untuk melindungi industrinya yang masih infant.
"E-commerce tergolong industri infant karena baru berkembang dan porsinya masih kecil dibanding total transaksi retail, masih di bawah 5%," tuturnya.