Bisnis.com, JAKARTA--Disrupsi digital tidak melulu mengganggu bisnis konvensional, selama bisnis tersebut mampu membuka diri terhadap perubahan perilaku atas dampak dari perkembangan saat ini.
Salah satunya adalah bisnis ruang kantor di kota besar, khususnya Jakarta, yang sempat meredup dengan minimnya permintaan karena perubahan tersebut. Namun, belakangan, bisnis itu mulai menggeliat setelah membuka diri dengan kehadiran fenomena berkantor baru: ruang kerja bersama, atau coworking space.
“Tren penyerapan ruang kantor sampai dengan September 2018 sudah meningkat lebih positif dibandingkan dengan tahun lalu. Dibantu oleh ekspansi co working space, bukan berasal dari ekspansi perusahaan yang telah menjadi penyewa ruang selama ini,” kata Head of Research and Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus, Rabu (19/12/2018).
Menurutnya, penyerapan ruang kantor hingga September 2018 sudah melebihi 100.000 meter persegi. Walaupun demikian, tingkat kekosongan ruang kantor masih cukup tinggi, sebesar 25% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 21 %.
Anton mengatakan hal tersebut dikarenakan melimpahnya jumlah pasokan ruang kantor yang masuk di Kawasan sentral bisnis distrik dari proyek yang diluncurkan sejak 2015.
Berdasarkan laporan kuartal III/2018 Savills Indonesia, permintaan dan pasokan ruang perkantoran masih didominasi oleh perkantoran dengan kategori A. Tren permintaan positif tersebut juga sama dengan tren perkantoran secara keseluruhan, yaitu permintaan yang belum juga dapat mengisi tingkat kekosongan.
Baca Juga
Perkantoran kelas A memiliki tingkat kekosongan paling tinggi yaitu sebesar 30%, diikuti ruang kantor kelas premium sebesar 23%, ruang kantor kelas B sebesar 16,5%, dan ruang kantor kelas C sebesar 14%.
Anton memprediksi tingkat kekosongan ruang kantor hingga akhir 2018 akan semakin naik hingga menyentuh level 27%.
Tren perkantoran yang tertekan seperti saat ini sudah terjadi sejak 2015 dan dinilai masih akan berlangsung hingga 2020, di saat tingkat kekosongan ruang menurun akibat permintaan dan pasokan ruang sudah sejajar.
“Di sinilah kesempatan para penyewa untuk melakukan negosiasi harga, karena saat ini pemilik gedung mulai banyak memberikan diskon harga sewa untuk menahan penyewa hengkang dari gedungnya,” papar Anton.
Hal tersebut juga menguntungkan bagi co working space yang ingin mulai berekspansi di perkantoran kawasan sentral bisnis distrik, karena pada umumnya coworking space akan menyewa luasan ruang yang cukup besar, sehingga pemilik gedung akan berani untuk memberikan harga yang relatif spesial atau jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan penyewa biasa.
Anton mengatakan bukan sebuah kejutan lagi co working saat ini semakin agresif untuk memperluas bisnisnya, baik pemain lokal maupun asing.
“Sama seperti ritel, untuk tahapan awal bisnis coworking space selalu mendorong untuk membuka gerai lebih banyak agar dikenal baik oleh pasar. Mereka [coworking space] sedang agresif-agresifnya untuk menambah jumlah gerai mereka, hal ini tentu baik karena membantu kinerja perkantoran.”
Anton mengungkapkan pasar coworking space berpotensi menjadi pasar yang lebih besar, meski saat ini belum terlihat secara jelas.
Perusahaan asing yang berekspansi ke Indonesia pun kini lebih tertarik memilih coworking space dibandingkan perkantoran konvensional.